Ketika wabah penyakit merebak, persoalan yang muncul bukan hanya berkaitan dengan medis, tetapi juga memunculkan permasalahan berkaitan dengan komunikasi. Begitu pula dalam penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep menunjukkan hingga Agustus 2025, terdapat 17 anak meninggal akibat campak. Mayoritas dari mereka karena tidak pernah mendapat imunisasi. Fakta ini menunjukkan bahwa informasi tentang pencegahan penyakit belum sepenuhnya sampai ke masyarakat, atau bahkan belum dipercaya sepenuhnya. Dalam hal ini kehadiran seorang pemimpin, pengambil keputusan diperlukan dalam menyelesaikan KLB ini. Di tengah situasi krisis itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa turun langsung ke lokasi KLB di Kabupaten Sumenep. BACA JUGA:Khofifah Gelontorkan Bansos Rp24 Miliar ke Sumenep, Santuni 17 Keluarga Korban Campak BACA JUGA:Campak Kembali Mengancam, Kenali Gejala dan Langkah Pencegahan yang Harus Dilakukan Orang Tua Ia tidak hanya menggelar rapat teknis dengan pemerintah daerah, tetapi juga menjenguk pasien anak di rumah sakit, menyaksikan vaksinasi, hingga memastikan distribusi vaksin MR atau Measles dan Rubella segera dilakukan. Kehadiran pemimpin di lokasi krisis adalah pesan komunikasi yang kuat bahwa pemerintah hadir, bertanggung jawab, dan sigap mencari solusi. Langkah ini merupakan sebuah bentuk strategi komunikasi yang responsif. Pemimpin hadir tidak sekadar menyampaikan instruksi, melainkan juga menunjukkan empati kepada korban, mendatangi rumah sakit, hingga memastikan vaksinasi massal segera berjalan. Kehadiran fisik pemimpin di lapangan memberi pesan yang kuat bahwa pemerintah ikut hadir dan bertanggung jawab atas kondisi di wilayahnya. Dalam komunikasi krisis, kecepatan respons dan kehadiran pemimpin di lapangan menjadi kunci membangun kepercayaan publik. Masyarakat yang cemas perlu diyakinkan bahwa situasi terkendali. Apa yang dilakukan Khofifah merupakan bagian dari strategi komunikasi krisis yaitu memberikan informasi yang jelas, menenangkan masyarakat, sekaligus menggerakkan semua pihak untuk bertindak. Pesan utama yang perlu dilakukan yaitu harus mampu menenangkan publik, sekaligus memobilisasi tindakan kolektif. Narasi yang dibangun Gubernur Khofifah dalam hal ini “semua elemen harus bersatu padu” untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Hal ini sejalan dengan teori sensemaking (Weick, 1995), yaitu mengajak masyarakat memahami situasi bersama, sehingga tumbuh rasa urgensi dan kesadaran kolektif. BACA JUGA:Status KLB Ditetapkan, Campak Renggut 17 Nyawa Anak di Sumenep BACA JUGA:Lawan Campak dan Kanker Serviks, Surabaya Mulai Vaksinasi HPV dan CKG Kolaborasi Lintas Sektor: Dari Vertikal hingga Horizontal Tak hanya itu, Khofifah terus menekankan pentingnya kolaborasi. Penanganan KLB campak disebutnya harus berjalan terpadu, baik secara vertikal (Kemenkes, Pemprov, lembaga internasional seperti UNICEF dan WHO) maupun horizontal (pemerintah kabupaten, TNI/Polri, tokoh masyarakat hingga kader Posyandu). Pemprov Jatim juga memastikan pasokan vaksin MR sebanyak 9.825 vial segera sampai di Sumenep. Pendekatan ini mengingatkan kita pada teori Two-Step Flow of Communication (Katz & Lazarsfeld, 1955), pesan kesehatan akan lebih efektif bila disampaikan melalui opinion leader yang dipercaya, seperti tokoh agama atau tokoh masyarakat lokal.Dalam konteks inilah, komunikasi lintas sektor menjadi sangat penting. Pesan tentang pentingnya imunisasi tidak cukup disampaikan oleh tenaga medis atau pemerintah saja, melainkan perlu diteruskan oleh orang-orang terdekat masyarakat. Mulai dari Babinsa, Bhabinkamtibmas, sampai ulama dan guru ngaji. Sosialisasi yang menyentuh akar rumput akan membuat masyarakat merasa lebih dekat dan percaya. Sebab, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh distribusi pesan, melainkan juga oleh penerimaan publik. Dalam hal ini komunikasi yang dilakukan mampu menempatkan masyarakat sebagai subjek, bukan sekadar objek komunikasi. Outbreak Response Immunization (ORI) atau vaksinasi Campak Rubella secara masal dan masif pada 25 Agustus - 14 September 2025 mendatang. Ini menunjukkan bagaimana komunikasi publik dipadukan dengan aksi nyata di lapangan. Dengan begitu, pesan tidak berhenti pada level wacana, melainkan diwujudkan dalam program yang langsung dirasakan manfaatnya. BACA JUGA:Sasaran MBG Jawa Timur Capai 1,9 Juta Penerima Manfaat BACA JUGA:Khofifah Instruksikan Kepala Daerah Intensif Pantau Distribusi Beras Medium Belajar dari Krisis, Menata Masa Depan KLB campak di Sumenep menjadi pembelajaran kolektif. Bahwa resistensi terhadap vaksinasi atau kelalaian dalam imunisasi dasar bisa berakibat fatal. Di sinilah komunikasi publik memegang peranan vital bahwa menjelaskan dengan bahasa yang sederhana, membangun kesadaran bahwa imunisasi adalah investasi bagi masa depan anak-anak kita. Dengan kehadiran Gubernur Khofifah di lapangan dan liputan media tentang KLB Campak ini dapat menggeser perhatian publik, sehingga isu kesehatan anak menjadi prioritas dalam percakapan publik maupun kebijakan. Ini juga sekaligus mendorong kesadaran baru di masyarakat tentang pentingnya imunisasi. Apa yang dilakukan Gubernur Khofifah dan Pemprov Jatim di Sumenep adalah contoh bagaimana krisis bisa dikelola bukan hanya dengan tindakan medis, tetapi juga dengan komunikasi publik yang tepat. Kehadiran pemimpin, koordinasi lintas sektor, serta sosialisasi hingga lini terbawah menjadi resep efektif untuk mengendalikan krisis kesehatan. KLB campak ini memang menjadi ujian, tetapi juga momentum untuk memperkuat sistem kesehatan, membangun kepercayaan publik. Selain itu juta memastikan bahwa tidak ada lagi anak-anak Jawa Timur yang kehilangan nyawanya hanya karena mereka tidak mendapatkan imunisasi dasar. (*) *)Penulis adalah Pranata Humas Ahli Muda Biro Adminsitrasi Pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur