Menghadang Korupsi dari Hulu

Sabtu 30-08-2025,12:37 WIB
Oleh: Ulul Albab*

PUBLIK kembali dikejutkan oleh operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan seorang wakil menteri aktif di kabinet. Kasus terbaru tersebut –dan sangat mungkin akan ada yang lebih terbaru lagi– seakan menegaskan bahwa Indonesia masih terjebak dalam lingkaran setan korupsi: dari yang kecil hingga yang besar, dari level lokal hingga pusat. 

Korupsi bisa dimaknai dari A sampai Z –dari abuse of power hingga zero accountability. Ia hadir dalam bentuk suap, gratifikasi, nepotisme, jual beli jabatan, pemerasan, hingga manipulasi anggaran. 

Seperti yang dijelaskan Johnston (2005) dalam Syndromes of Corruption, bentuk korupsi di negara berkembang kerap berada dalam spektrum ”elite kartel” dan ”oligarki resmi”. Dalam kerangka itu, kekuasaan dijadikan instrumen untuk memperkaya kelompok, bukan untuk melayani publik.

BACA JUGA:Diskresi dan Korupsi: Dua Sisi Mata Uang yang Membahayakan

BACA JUGA:Tersangka Korupsi Wamenaker Berharap Amnesti Prabowo: Kalau Hasto Bisa, Mengapa…

Fenomena OTT wakil menteri hanyalah satu simpul kecil dari jaringan lebih besar yang disebut state capture. 

Menurut Hellman, Jones, & Kaufmann (2000) dalam artikel berpengaruh di World Bank Policy Research Working Paper, state capture terjadi ketika para aktor politik maupun ekonomi secara sistematis memengaruhi kebijakan publik, hukum, dan regulasi demi kepentingan pribadi atau kelompok. 

Korupsi jenis itulah yang membuat demokrasi kehilangan substansinya: negara dikuasai segelintir orang, sedangkan kepentingan rakyat terpinggirkan.

BACA JUGA:Korupsi Hakim, Subversi Negara Hukum, dan Penawaran Sistem Pidana Islam

BACA JUGA:Korupsi dan Jejaring Kekuasaan Elite

BELAJAR DARI EFEKTIVITAS ICAC HONGKONG

Sebetulnya, Indonesia tidak sendirian dalam menghadapi tantangan itu. Banyak negara yang pernah berada di titik suram yang sama, bahkan lebih parah. Hongkong, misalnya, pada dekade 1960–1970-an dikenal sebagai salah satu wilayah paling korup di Asia. 

Polisi, birokrat, hingga politisi kala itu terjerat dalam jejaring suap yang seolah mustahil diberantas.

Pemerintah kolonial Inggris kemudian mendirikan Independent Commission Against Corruption (ICAC) pada 1974. Lembaga itu lahir dengan mandat luar biasa: independen dari pengaruh politik, memiliki kewenangan investigasi luas, serta menempatkan pendidikan antikorupsi sebagai pilar utama.

BACA JUGA:Korupsi di Pertamina, Jalan Menuju Kehancuran Negara?

Kategori :