Menghadang Korupsi dari Hulu

Sabtu 30-08-2025,12:37 WIB
Oleh: Ulul Albab*

Ketiga, kita lakukan digitalisasi layanan publik. Sebab, korupsi akan subur dalam birokrasi manual. Sebagaimana yang terjadi di kasus OTT wamenaker dan kasus lainnya yang berkaitan dengan pelayanan birokrasi manual. Penerapan e-government dan skema big data dapat mempersempit ruang manipulasi, pemerasan, suap, dan sejenisnya. 

Keempat; kita budayakan antikorupsi sejak dini. Artinya, kita lakukan pendidikan integritas, pendidikan antikorupsi, yang serius dan masuk kurikulum sekolah, kampus, serta ruang publik. 

Kelima, tingkatkan peran masyarakat sipil dan media. Kontrol publik adalah benteng terakhir. Jurnalisme investigasi, whistle-blower, dan gerakan masyarakat sipil perlu didukung dengan perlindungan hukum yang memadai.

PENUTUP

OTT wakil menteri ketenagakerjaan yang mencoreng wajah pemerintahan hari ini seharusnya tidak berhenti pada drama penangkapan. Harus menjadi wake up call untuk berbenah secara struktural. 

Korupsi di Indonesia sudah terlalu lama menjadi penyakit kronis. Dari A sampai Z, praktik busuk itu merusak demokrasi, membunuh keadilan, dan menjerat masa depan bangsa.

Pengalaman Hongkong, juga berbagai studi akademik global, memberi kita cermin. Yakni, korupsi bukan takdir, bisa diberantas bila ada komitmen menyeluruh. 

Yang dibutuhkan hanyalah keberanian politik, kelembagaan yang independen, serta budaya publik yang konsisten menolak kompromi.

Jika tidak, setiap OTT hanya akan menjadi tontonan episodik. Namun, bila iya, sejarah bisa mencatat: bangsa ini pernah jatuh berkali-kali, tapi mampu bangkit karena memilih jujur, bersih, dan berani melawan korupsi hingga ke akarnya. (*)

*) Ulul Albab adalah penulis buku A to Z Korupsi dan ketua ICMI Jawa Timur.

 

Kategori :