Dialog tersebut merupakan inti dari dramatisasi absurdis dan tragicomedy dalam karya Beckett, mengutip bahwa penderitaan bisa menjadi kelucuan pahit dalam eksistensi manusia.
Lebih jauh, aktor yang memerankan karakter utama, Hamm, menyampaikan pernyataan yang terasa sangat relevan dengan eksistensi manusia saat ini.
BACA JUGA:Media Massa Kita (Belum) Roboh: Menuju Koeksistensi dan Rekonstruksi Sistem Komunikasi
"Dunia hampir berakhir, tapi kenapa pemerintah masih terus saja melakukan kesalahan?" Kata Hamm dalam dialognya.
Kalimat itu menunjukkan bagaimana teater absurd dapat merangkul kegelisahan sosial yang dirasakan sehari-hari.
Salah satu adegan Hamm dan Clov.-Istimewa-
Secara umum, "Endgame" merupakan drama satu babak dengan latar minimalis dan dialog repetitif, yang menyoroti kebuntuan eksistensial, ketidakbermaknaan, serta hubungan kompleks antara karakter, ciri khas teater absurd yang diakui dalam kritik sastra.
BACA JUGA:Melindungi Budaya dan Adat Kerajaan Nusantara (2-Habis): Melindungi Eksistensi
Pentas Lab 2025 oleh Teater Gapus Surabaya menjadikan "Endgame" Beckett sebagai bentuk ekspresi absurdis dan refleksi eksistensial kolektif.
Melalui dialog minimalis, panggung sederhana, dan humor satir yang menusuk, pentas itu mengundang siapa saja untuk melihat. Bahwa teater bisa menjadi panggung perubahan, kritik, sekaligus pengingat. (*)
*) Mahasiswa magang dari prodi Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Airlangga.