Aktivisme Digital, Cara Anak Muda Bersuara Lewat Media Sosial

Sabtu 13-09-2025,13:00 WIB
Reporter : Mauluda Luthfiana Nastiti*
Editor : Guruh Dimas Nugraha


Aksi turun di jalan ataupun lewat media sosial keduanya tetap berengaruh dan melahirkan semangat yang sama, yaitu mampu memicu keberanian orang lain untuk ikut bersuara. --iStock

Dengan jangkauan itu, setidaknya percakapan sosial dapat dimulai, kesadaran publik dapat tumbuh, dan benih perubahan bisa ditanam. Meski langkah selanjutnya membutuhkan aksi nyata di lapangan.

BACA JUGA: Tunjungan Plaza Tutup Sementara Hari Ini Imbas Kericuhan Aksi Solidaritas

Pada akhirnya, aktivisme di jalan maupun di layar bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan. Melainkan dua bentuk perjuangan yang saling melengkapi. 

Demonstrasi fisik menunjukkan kekuatan massa di ruang publik. Sementara gerakan digital memperluas gaungnya hingga bisa menembus ruang-ruang yang lebih luas.

Keduanya lahir dari semangat yang sama: keberanian untuk bersuara dan kepedulian terhadap isu sosial dan ketidakadilan.

BACA JUGA:Mahkamah Konstitusi Ubah 21 Pasal UU Cipta Kerja yang Digugat Buruh

Di era digital, setiap orang memiliki pilihan cara berjuang sesuai kemampuan dan ruang yang dimiliki. Ada yang lebih nyaman hadir langsung di jalan, ada pula yang lebih efektif bersuara lewat media sosial. Keduanya sah dan sama-sama berarti. 

Contoh dari fenomena tersebut adalah Nepal. Masyarakat, terutama Gen-Z, menyuarakan aspirasinya melalui media sosial. Baik mengkritik maraknya korupsi maupun kesewenang-wenangan pejabat.

Ketika suara lewat media sosial itu dibungkam di Nepal, terjadilah chaos. (*)

*) Mahasiswa Magang dari Prodi Sastra Inggris Universitas Negeri Surabaya.

Kategori :