Pertama, keberanian mengambil risiko. Tradisi merantau sejak muda membiasakan mereka menghadapi ketidakpastian.
BACA JUGA:Militer Indonesia di Pusaran Bisnis
BACA JUGA:Siklus Bisnis di Era Vuca
Kedua, solidaritas kekerabatan. Modal usaha kerap bersumber dari keluarga atau paguyuban perantau, berbasis kepercayaan tanpa kontrak tertulis.
Ketiga, religiusitas dan amanah. Prinsip halal-thayyib berlaku tidak hanya pada makanan, tetapi juga transaksi.
Keempat, kerja keras dan efisiensi. Warung-warung Madura yang buka hampir sepanjang hari adalah bukti nyata konsistensi itu.
Pilar-pilar tersebut menjelaskan mengapa masyarakat Madura mampu bertahan di tengah keterbatasan alam. Tanah kering tidak membuat mereka pasrah. Justru mendorong lahirnya mentalitas ”pantang menyerah” (tangghâl ajâ’) dan semangat ”kerja keras tanpa henti” (jhâ’ jhâ’).
BACA JUGA:Bisnis Anak Presiden
BACA JUGA:Presiden Prabowo Gelar Diskusi 5 Jam dengan 82 Profesional Muda Ekonomi dan Bisnis di Hambalang
KISAH NYATA DAN INSPIRASI
Sejarah mencatat banyak kisah perantau asal Madura yang sukses berkat kombinasi nilai tradisional dan ketekunan. Presiden Ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merupakan tokoh bangsa berdarah Madura dari pihak ibu, yang mengajarkan kepemimpinan inklusif.
Hasyim, pemuda asal Sampang, berangkat ke Jakarta hanya dengan sepeda tua dan gerobak sate. Dua dekade kemudian, ”Sate Hasyim” berkembang menjadi jaringan warung di tiga kota besar.
Ada pula H. Manaf, pedagang sapi di Surabaya, yang mengelola transaksi miliaran rupiah hanya bermodal kepercayaan.
Bahkan, Warsito, perajin keris dari Aeng Tong-Tong, berhasil menembus pasar internasional melalui media sosial, membuktikan bahwa warisan lokal bisa mendunia.
Desa Aeng Tong-Tong di Sumenep adalah sentra keris terbesar di Indonesia, diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Di sana etika bisnis menyatu dengan filosofi seni keris dibuat tidak hanya untuk dijual, tetapi untuk menjaga marwah budaya.
Tak hanya itu, Bebek Sinjay juga menjadi ikon kulinernya Pulau Madura. Berawal dari warung kecil di Bangkalan pada awal 2000-an, Bebek Sinjay kini menjadi tujuan kuliner nasional.