Jaringan Perajut Bangsa

Selasa 02-09-2025,04:33 WIB
Reporter : Arif Afandi
Editor : Yusuf Ridho

Dia mengisahkan awal mula perkembangan Jaringan Gusdurian 18 tahun lalu. Saat diselenggarakan temu nasional yang pertama. Di balai sebuah lembaga di Yogyakarta.

”Saat itu hanya 18 komunitas yang terlibat. Dihadiri 30 orang. Kini temu nasional yang menjadi pertemuan refleksi tentang berbagai pemikiran Gus Dur ini dihadiri ribuan orang. Dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri,” kata Alissa saat memberikan sambutan di acara pembukaan.

Dia menceritakan, ada peserta yang hadir dari Papua. Mereka hadir dengan biaya sendiri. Sampai bawa beras dan rice cooker. Untuk memasak selama perjalanan dengan kapal laut. Mereka bersemangat untuk bertemu dengan sesama perawat pemikiran Gus Dur.

BACA JUGA:Gusdurian dan Tanggung Jawab Meraih Puncak Kekuasaan

BACA JUGA:Siapa Pengkhianat Bangsa Palestina?

Bagi banyak orang, KH Abdurrahman Wahid yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur itu dianggap sangat bermakna. Bukan hanya untuk warga NU yang pernah dipimpinnya. Melainkan, juga untuk berbagai golongan bangsa ini. Presiden ke-4 RI itu dianggap sebagai pengayom dan pelindung kelompok minoritas.

Tak pelak, setiap Gusdurian menggelar temu nasional, yang hadir bukan hanya santri NU. Melainkan, juga para tokoh dari berbagai agama dan keyakinan. 

Para aktivis yang memiliki kepedulian terhadap keberagaman. Mereka yang menjadikan inklusivitas sebagai modal keberlangsungan bangsa ini.

BACA JUGA:Pendidikan, Pemimpin, dan Kemajuan Bangsa

BACA JUGA:Komunikasi Menjaga Solidaritas Bangsa

Ya. Memang sejak awal, Gusdurian tidak pernah eksklusif. Seperti Gus Dur, mereka membuka pintu selebar-lebarnya untuk siapa saja. Gus Dur dulu dikenal sebagai tokoh yang selalu membela minoritas, memperjuangkan mereka yang tersisih. Spirit itu jelas terasa dalam setiap kegiatan Gusdurian.

Acara pembukaan Tunas Gusdurian tersebut pun dibuka dengan doa lintas agama dan keyakinan. Tidak hanya dipimpin pendoa dari Islam. Dihadiri sejumlah tokoh. 

Mulai Ibu Nyai Hajjah Shinta Nuriah Abdurrahman Wahid sampai dengan Romo Frans Magnis Suseno. Mereka menyatu dan merasa diterima. Serasa satu rumah.

Melihat skala pertemuan itu, banyak orang sepakat: Gusdurian kini adalah salah satu jaringan perajut bangsa terbesar di Indonesia. Saat politik sering memecah belah, Gusdurian justru merajut kembali. 

Di saat kepercayaan publik ke pemerintah dan DPR menurun, Gusdurian menguatkan ikatan antarwarga.

Bukan dengan kekerasan. Bukan dengan teriakan. Melainkan dengan kasih, dialog, dan kerja nyata. Dengan merawat berbagai pemikiran Gus Dur yang mengedepaankan spirit kebangsaan. 

Kategori :