Driver Ojol yang Menghadap Wapres Dinilai Glowing: Masak Ojol Pasti Kucel?

Kamis 04-09-2025,15:37 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Pertama, cenderung banyak bicara. Sebagian orang nyaman untuk bicara lebih banyak meski tidak selalu menghasilkan percakapan bermakna. Misalnya, dalam studi tentang phubbing (fenomena orang sibuk dengan ponselnya saat bersama orang lain).

Kedua, kebiasaan membual. Menurut hasil riset, ada kemungkinan orang itu suka membual. Juga, mudah percaya pada informasi menyesatkan atau berita palsu. Akibatnya, ia banyak bicara tidak penting.

Ketiga, keinginan menghindari topik tertentu. Terkadang, orang bicara hal tidak penting untuk menghindari percakapan topik yang rawan konflik.

Keempat, kurang sadar dampak ucapan. Beberapa orang tidak sadar bahwa ucapan mereka bisa dianggap tidak penting oleh orang lain, terutama jika mereka tidak memiliki kapasitas yang besar untuk memahami pikiran orang lain. 

Kelima, budaya. Dalam budaya tertentu, orang biasa mengisi percakapan dengan obrolan ringan atau ”omong kosong” sebagai bentuk sosialisasi, membangun keakraban, terutama dalam konteks budaya Indonesia.

Akhirnya… tulisan saya mengulas ucapan orang yang tidak penting ini, sebenarnya tidak penting juga. Ngapain menyoal ucapan orang yang tidak penting? 

Jawab saya: Itulah potret wajah kita. Ketika kita membicarakan hal yang mengguncang Indonesia dengan rangkaian demo, pembakaran, dan penjarahan, kita terjerumus pada angle bahasan yang tidak penting. (*)

 

Kategori :