HARIAN DISWAY - Setiap tanggal 10 September, dunia memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Internasional sebagai pengingat bahwa isu kesehatan mental tidak bisa lagi dipandang sebelah mata.
Sayangnya, di lingkungan sekolah maupun kampus, pembahasan mengenai kesehatan mental masih setengah hati. Bahkan, ada yang menganggapnya tabu dan tak pantas dibicarakan.
Padahal, justru di ruang pendidikan inilah kesadaran itu perlu dibangun sejak awal. Edukasi kesehatan mental adalah kunci melahirkan generasi pelajar dan mahasiswa yang kuat secara emosional.
BACA JUGA:Hari Kesadaran Pencegahan Bunuh Diri Internasional Tanggal 10 September 2025: Tema dan Sejarah
BACA JUGA: Manfaat Olahraga untuk Kesehatan Mental yang Sering Terlupakan
Hal ini penting karena pelajar dan mahasiswa terimpit tekanan akademik yang berat dan tuntutan sosial yang tak henti. Ditambah lagi, transisi menuju masa dewasa yang sering memunculkan beban psikologis.
Tanpa pemahaman yang memadai, beban-beban itu akan menumpuk dan terpendam semakin dalam di alam bawah sadar.
Di sinilah peran edukasi menjadi krusial: membantu pelajar dan mahasiswa mengenali tanda-tanda awal, belajar menerima kondisi diri tanpa stigma, serta mengetahui kapan dan bagaimana mencari bantuan yang tepat.
BACA JUGA:5 Penyebab Overthinking di Kalangan Generasi Z dan Cara Mengatasinya
BACA JUGA: 7 Teknik Jepang untuk Mengatasi Overthinking dan Menjaga Kesehatan Mental
Lingkungan pendidikan bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga ruang tumbuh yang seharusnya aman bagi setiap individu. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
1. Menerapkan Kurikulum Inklusif
MENAMBAHKANNYA sebagai materi pelajaran sekolah atau kegiatan kampus dapat mematahkan stigma tabu akan pentingnya kesehatan mental. --iStock
Materi mengenai kesehatan mental bisa dimasukkan dalam pelajaran atau kegiatan kampus, sehingga siswa dan mahasiswa terbiasa melihat isu tersebut sebagai bagian dari pengetahuan penting, bukan sesuatu yang tabu.
2. Mengoptimalkan Peran Guru, Dosen, dan Konselor