HARIAN DISWAY – Suasana ruangan Teater Timur Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) pada Kamis, 11 September 2025, mendadak riuh.
Ada forum diskusi yang jarang terdengar di ruang akademik, yani pedofilia. Kursi-kursi penuh terisi mahasiswa, dosen, hingga praktisi dari berbagai bidang.
Mereka datang bukan sekadar mendengar, tapi ikut larut dalam sebuah workshop psikologi internasional bertajuk "The Uncomfortable Truth: Can We Predict and Prevent Pedophilia?"
Sosok yang ditunggu akhirnya berdiri di podium. Ia adalah Pacciolla Aureliano, pakar psikologi forensik sekaligus psikoterapis asal Italia. Profesor yang tahun lalu meraih Viktor Frankl’s Award itu membawakan materi tentang pelecehan seksual dan pedofilia.
Meski topik yang diangkat sangat sensitif, ia mengemasnya dengan gaya diskusi terbuka. “Semua yang saya katakan di sini, semuanya adalah hipotesis saya sendiri. Jadi, ayo kita bersama saling berbagi cerita dan mungkin ada yang ingin menyanggah hipotesis saya, silakan,” ujarnya membuka forum.
Kalimat itu seolah menjadi pemantik. Suasana yang awalnya hening berubah menjadi dinamis. Mahasiswa hingga praktisi berlomba-lomba mengangkat tangan, menyampaikan pertanyaan kritis, bahkan menanggapi hipotesis yang dilontarkan.
Salah satunya datang dari Vonny Wiyani, konselor organisasi non-profit Savy Amira. Dengan nada serius, ia menuturkan dilema di bangku kuliah.
Ia diajarkan bersikap netral sebagai psikolog, tapi realita di lapangan menuntut keberpihakan. "Kira-kira saya harus menanggapinya seperti apa, Prof?" ucapnya.
BACA JUGA:Dies Natalis FIKOM UKWMS ke-14, Gelar Seminar Bertema Solidaritas Digital
BACA JUGA:LPM UKWMS Dorong Kreativitas Digital Lewat Media Mastery
Vonny Wiyani (kanan), salah satu penanya dalam workshop internasional Psikologi UKWMS pada Kamis, 11 September 2025-Giustino Obert Lisangan-HARIAN DISWAY
Pertanyaan itu membuat ruangan hening. Semua mata tertuju ke arah Aureliano. Ia pun menjawab dengan lugas. "Seorang psikolog tidak boleh bersikap netral. Psikolog harus membela korban. Kita memerangi pedofilia, berarti kita melindungi innocent," bebernya.
Ia menambahkan, innocent tak hanya anak kecil, tapi juga korban-korban dari perilaku tersebut. This is the right war to fight for. Pernyataan itu spontai menuai anggukan setuju dari audiens, sekaligus memancing diskusi lebih dalam.
Serius, tapi tidak kaku. Itulah kesan yang tampak dari forum tersebut. Mahasiswa menimpali dengan pandangan kritis, dosen menambahkan perspektif akademik.
Sementara praktisi mengaitkan dengan pengalaman nyata di lapangan. Diskusi mengalir deras, bahkan beberapa kali terdengar gumaman kagum setiap kali Aureliano menyampaikan sudut pandang berbeda.