Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (25): Tabola-bale di Mongolia Dalam…

Rabu 17-09-2025,15:39 WIB
Reporter : Doan Widhiandono
Editor : Noor Arief Prasetyo

Memang, kunjungan karyawan anak-anak perusahaan China Datang tidak hanya untuk pengenalan teknis pekerjaan. Mereka juga diajak untuk merasakan sekelumit kekayaan kultur Tiongkok.

HARI kedua tiba di Hohhot, Inner Mongolia, Selasa, 9 September 2025, peserta langsung diajak 

berkenalan dengan Inner Mongolia. Rekreasi. Tapi, tujuannya bukan sekadar hiburan. 

Kunjungan singkat ke Inner Mongolia Museum ketika itu memberi bekal pengetahuan tentang alam daerah tersebut. Satu sesi khusus membahas kekayaan bentang alam, dari gurun hingga pegunungan. Materinya pas, mengingat para peserta sedang belajar soal energi, sumber daya, dan pemanfaatannya.

BACA JUGA:Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (1): Tantangan Jadi Pencerita yang Jujur

BACA JUGA:Dari Peluncuran Buku Kisah-Kisah Menyentuh Shanghai Cooperation Organization (1): Tantangan Jadi Pencerita yang Jujur

Budaya lokal juga tak dilupakan. Di Chifeng, peserta mengunjungi Qingxi Courtyard Campsite di Distrik Hongshan. Semacam tempat wisata agrikultur. Komplet dengan pepohonan apel dan plum yang buahnya siap petik. Siap dimakan di tempat.

Di sana, hidangan khas Mongolia Dalam disajikan. Lengkap dengan daging domba yang hangat.

Malam itu semakin semarak karena hadir seorang penyanyi perempuan berseragam merah khas suku Mongolia. Kostum itu dikenal dengan sebutan deel, pakaian tradisional Mongolia.

Dia membawakan dua lagu. Pertama, A Night in Ulaanbaatar. Syahdu dengan sentuhan rock. Lalu lagu Chinggis Khan yang dulu dipopulerkan band asal Jerman, Dschinghis Khan, tetapi malam itu dinyanyikan dalam bahasa Mongolia. Lagu dengan nuansa disko tersebut membuat malam yang dingin terasa hangat.


SIGIT SULISTYONO mencoba peranti pengukur daya listrik yang dihasilkan oleh panel surya di pusat pelatihan China Datang.-Doan Widhiandono-

Suasana semakin akrab ketika peserta diajak bernyanyi dan menari mengelilingi api unggun. Delegasi Indonesia bahkan ikut berjoget saat alunan lagu Tabola-bale menggema. Tawa dan sorak bercampur. Melengkapi perjalanan panjang yang tidak hanya teknis tetapi juga kultural.

Sebelum pulang, para peserta menutup pelatihan dengan sesi di pusat pelatihan China Datang. Sabtu dan Minggu dipakai untuk mengulang dan memperdalam materi. Setelah sepekan penuh jadwal padat, program resmi selesai.

Senin dan Selasa, 15–16 September 2025, mereka diajak berwisata ke dua ikon Tiongkok: Tembok Besar dan Kota Terlarang.

Namun, yang lebih penting dari semua perjalanan itu adalah pelajaran yang dibawa pulang. Para peserta bukan hanya mempelajari teknologi—dari gasifikasi batu bara, panel surya, hingga turbin angin. Mereka juga menyerap etos kerja Tiongkok. Disiplin, keselamatan kerja, dan budaya inovasi menjadi bekal yang dibawa pulang ke tanah air.

Kategori :