Pansus meminta agar syarat tersebut diturunkan. Bukan di atas Rp2 juta cicilan per bulan, melainkan maksimal Rp1,4 juta per bulan.
Bahkan, masukan dari beberapa anggota pansus menyebut cicilan sekitar Rp1,1 juta. Soal cicilan yang belum mencapai kesepakatan itu menjadi salah satu ganjalan dalam proses penyusunan Raperda ini.
BACA JUGA:Pemuda Rusunawa Gunungsari yang Menabrak Wartawan dan Polisi Jadi Tersangka
”Tapi tahu-tahu muncul surat edaran ini,” celetuknya. Pemkot Surabaya belum berkoordinasi terkait penyusunan dan edaran dari surat ini.
Pansus menilai, penyusunan surat pemberitahuan survei oleh pemkot tidak jelas, tak komplet, dan belum holistik dalam mengurai masalah rusunami di Kota Pahlawan.
Sebab, seperti yang diketahui, usulan penyusunan raperda rumah hunian layak itu bertujuan untuk membantu masyarakat. Bukan sebaliknya, menyengsarakan masyarakat. Khususnya bagi masyarakat kurang mampu di Kota Surabaya.
BACA JUGA:Hindari Razia, Pemuda Asal Rusunawa Gunungsari Tabrak Polisi dan Wartawan Surabaya
”Karena rusunawa (rumah susun sederhana sewa, Red) hari ini hampir mustahil dibangun lagi oleh pemkot,” ujarnya. Untuk itu, pemkot mengubah strategi dengan menyediakan rusunami.
Kini, Saifuddin telah mendapat banyak laporan dari warga terkait SE survei rusunami. Mayoritas mereka merasa keberatan dengan syarat yang ditawarkan oleh Pemkot. ”Bukan dibantu, warga malah merasa dicekik,” paparnya.
BACA JUGA:Kadung Digusur, Rusunawa Belum Siap
Dalam SE survei potensi minat rusunami itu, pemkot telah menjelaskan sekilas mengenai tawaran bagi pembeli rusunami. Pemkot sedang membangun rusunami di dua wilayah strategis kota, yakni Tambak Wedi dan Sememi.
Dalam edaran juga dicantumkan pembeli flat akan mendapatkan jaminan menghubungi rusunami selama 60 tahun. Bahkan, dapat diperpanjang hingga 90 tahun setelah kesepakatan pertama. (*)