GRH, 43, consumer relations manager Bank BNI Jabar, berperan sebagai penghubung antara kelompok jaringan sindikat pembobol dan kepala cabang pembantu, AP.
Dari kelompok pelaku pembobol ada lima orang: C alias Ken, 41, berperan selaku aktor utama pembobolan itu. Ia mengaku sebagai ketua satgas perampasan aset yang menjalankan tugas negara secara rahasia.
DR, 44, berperan sebagai konsultan hukum yang melindungi kelompok pelaku pembobol bank dari ancaman hukum. Ini memang aneh. Pelanggar hukum punya konsultan hukum. DR juga aktif merencanakan eksekusi pemindahan dana secara in absensia.
NAT, 36, adalah mantan pegawai BNI Jabar yang melakukan illegal access aplikasi core banking system dan melakukan pemindahbukuan secara in absensia ke sejumlah rekening penampungan.
R, 51, berperan sebagai mediator yang bertugas mencari dan mengenalkan Kacab AP kepada pelaku pembobol bank.
TT, 38, berperan sebagai fasilitator keuangan ilegal yang bertugas mengelola uang hasil kejahatan dan menerima aliran dana hasil kejahatan tersebut.
Dari kelompok pelaku pencucian uang ada tiga: Dwi Hartono (juga pelaku di kasus penculikan-pembunuhan Ilham). Lalu, DH, 39, berperan sebagai pihak yang bekerja sama dengan pelaku pembobol bank untuk melakukan pembukaan blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir ke rekening penampungan milik para tersangka.
Satu lagi, IS, 60, berperan sebagai yang menyiapkan rekening penampungan.
Masih ada seorang pelaku buron, inisial D, sebagai penyedia atau pemberi tahu rekening dormant kepada pelaku utama Ken.
Kesimpulannya, penculikan-pembunuhan Ilham yang terkait proses 16 pelaku berusaha membobol rekening dormant di BRI sebesar Rp70 miliar adalah tindak lanjut dari dua pelaku pembobol BNI (Ken dan Dwi Hartono) yang sukses membobol Rp104 miliar rekening dormant di BNI Jabar.
Para pelaku mengulangi success story di kasus serupa sebelumnya.
Tapi, Rp70 miliar di BRI belum bisa dibobol karena Ilham menolak diajak kerja sama atau berkomplot dengan para pembobol. Akibatnya, ia diculik, kemudian dibunuh.
Dari kasus ini (semuanya menyangkut bank milik pemerintah), bisa disimpulkan bahwa rekening dormant di bank mana pun bisa membahayakan kepala cabang bank tersebut. Bahaya berarti ia bisa jadi tersangka pembobol atau dibunuh pelaku pembobol.
Nasabah bank-bank pemerintah tidak perlu takut terhadap pembobolan. Sebab, berdasar UU, uang nasabah bank-bank pemerintah dijamin negara, dalam hal ini Bank Indonesia. (*)