JAKARTA, HARIAN DISWAY - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua saksi untuk mendalami kasus dugaan rasuah dalam pemberian fasilitas dari LPEI, di Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 6 Oktober 2025.
Mereka merupakan eks anggota Komite Pembiayaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Arif Setiawan (AS) dan Ngalim Sawega (NS).
Kamis, 28 Agustus 2025 lalu, KPK menahan pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS) Hendarto (HD).
KPK mengategorikan kasus korupsi di LPEI menjadi beberapa klaster. Jika ditotal semua, kerugian negara menyentuh Rp11 triliun. Salah satunya, Hendarto yang terseret klaster korupsi berupa kredit LPEI di SMJL dan MAS dan merugikan negara sebesar Rp1,7 triliun.
BACA JUGA:KPK Periksa VP Legal ASDP Anom Sedayu Terkait Akuisisi PT Jembatan Nusantara
Penyitaan sejumlah aset sudah dilakukan KPK untuk pengembalian kerugian negara. Namun, belum menyentuh setengah dari kerugian negara yang dibuat oleh Hendarto.
Dalam kasusnya, Hendarto dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui PT Mega Alam Sejahtera (MAS), sebuah perusahaan tambang batu bara dengan konsesi luas di Kabupaten Berau, kini terseret dalam pusaran mega skandal korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
BACA JUGA:KPK Sebut Mobil Alphard Bukan Kendaraan Pribadi Noel: Disewa oleh Kemnaker
PT MAS yang didirikan pada 2003 ini merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi seluas 3.274 hektare di Kecamatan Sambaliung dan Teluk Bayur. Perusahaan ini mengelola sendiri tambang batu bara kalori menengah dengan metode open pit dan memiliki fasilitas pelabuhan jetty sendiri di tepi Sungai Segah.
Namun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa PT MAS diduga menjadi salah satu kendaraan yang digunakan oleh pemilik BJU Group, Hendarto, untuk melakukan korupsi.
BACA JUGA:KPK Kembalikan Mobil Alphard yang Disita dari Rumah Immanuel Ebenezer
BACA JUGA:KPK Selidiki Dugaan Pengadaan Fiktif PT Pembangunan Perumahan
Lebih mengejutkan adalah hanya sebagian kecil dari dana tersebut yang benar-benar digunakan untuk operasional tambang. Dari total 50 juta Dolar AS, hanya sekitar 16,4 persen yang dipakai untuk kebutuhan perusahaan, sementara sisanya diduga diselewengkan.
KPK menyimpulkan bahwa proses pemberian kredit kepada PT MAS dari awal telah menyalahi aturan. (*)