Kebohongan Tersangka Pembunuh Gadis Alfamart: Ibunda Korban Mengatakan Pelaku Bohong

Senin 13-10-2025,04:33 WIB
Reporter : Djono W. Oesman
Editor : Yusuf Ridho

BACA JUGA:Uji Kebohongan Tersangka Pembunuh Dante

Fakta tersebut mungkin bisa mengubah pasal yang diterapkan polisi. Kini Heryanto dijerat Pasal 351 KUHP, penganiayaan. Berdasar pasal itu ayat 3: Jika penganiayaan mengakibatkan kematian, ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.

Sebaliknya, jika terbukti merencanakan pemerkosaan-pembunuhan, Heryanto bisa dikenai pasal 340, pembunuhan berencana. Ancaman maksimal hukuman mati. Sangat jauh beda hukumannya.

Bukankah pembunuh cenderung bohong demi mengurangi hukuman? Jawabnya, pasti begitu. Semua penjahat menghindari penangkapan polisi. Jika sudah ditangkap dan terbukti secara hukum, penjahat berbohong demi mengurangi hukuman. 

BACA JUGA:Argiyan si Pembunuh yang Pembohong

BACA JUGA:Paman Pelaku: Dhio Suka Bohong

Pembunuhan kejahatan terkeji. Kebohongan kejahatan terendah. Jika orang bisa membunuh pasti (lebih) bisa berbohong. Sebab itu, ada lie detector, deteksi kebohongan yang lazim diterapkan pada tersangka pembunuhan. 

Dikutip dari Vox, 16 Desember 2014, berjudul Lie detectors: Why they don’t work, and why police use them anyway, karya Joseph Stromberg, mengurai kebohongan penjahat.

Federal Bureau of Investigation (FBI) sering menggunakan lie detector (poligraf) saat memeriksa penjahat. Umumnya di kasus pembunuhan atau pemerkosaan.

BACA JUGA:Pembunuh Cenderung Bohong saat Diinterogasi

BACA JUGA:Bohong yang Terbohong di Sidang Sambo

Apakah poligraf akurat mendeteksi kebohongan? Sejak tahun 1990-an di AS sudah terjawab: Tidak akurat. Mengapa? 

Leonard Saxe, psikolog di Brandeis University, Waltham, Massachusetts, AS, pada 1991 meriset poligraf. Hasilnya?

Saxe: ”Tidak ada tanda fisiologis yang bisa mendeteksi kebohongan orang. Poligraf mengukur detak jantung, tekanan darah, keringat, dan pernapasan. Itu dijadikan indikator kebohongan. Pasti tidak akurat.”

Teori Saxe itu sejalan dengan data Dewan Riset Nasional AS, menyimpulkan, ”hampir seabad (sejak sebelum 1990) riset psikologi dan fisiologi hanya memberikan sedikit dasar untuk ekspektasi bahwa tes poligraf dapat memiliki akurasi.”

Pada awal abad ke-19 poligraf alat pendeteksi tekanan darah orang. Kemudian, dilengkapi kemampuan mengukur respons galvanik kulit di tangan (keringat) seseorang. Kemudian, dikembangkan lagi mengukur laju pernapasan dan denyut nadi.

Kategori :