Kondisi itu tergambar dalam kurva AD–AS, di mana keseimbangan awal berada pada titik E dengan tingkat harga P dan output Q. Setelah penurunan BI rate, keseimbangan bergeser ke titik E′, menghasilkan output yang lebih tinggi (Q′) tetapi juga harga yang lebih mahal (P′).
Dengan demikian, meski kebijakan moneter longgar mampu mendorong pertumbuhan output, pada sektor pangan dampak yang lebih nyata adalah kenaikan harga atau inflasi pangan.
Hal itu mencerminkan sifat permintaan pangan yang cenderung inelastis, di mana peningkatan daya beli akibat likuiditas lebih cepat menekan harga dibandingkan mendorong peningkatan produksi.
IMPLIKASI NYATA UNTUK SEKTOR PANGAN DAN PASAR
Penurunan BI rate cenderung meningkatkan transaksi di pasar tradisional yang memberikan manfaat langsung bagi pedagang kecil dan koperasi. Hal itu dapat memperkuat perputaran modal di pasar rakyat asalkan pasokan pangan tetap stabil dan distribusi berjalan efisien.
Namun, keuntungan itu sangat bergantung pada kelancaran distribusi dan ketersediaan stok. Jika pasokan pangan terganggu, peningkatan likuiditas yang dipicu kebijakan moneter bisa berisiko memicu inflasi pangan, terutama pada komoditas utama seperti beras, minyak goreng, dan sayuran yang dapat menggerus daya beli masyarakat.
Intervensi distribusi yang cepat dan penjualan dengan harga terjangkau di pasar menjadi instrumen kunci untuk mengatasi potensi lonjakan harga.
Di sisi lain, meski akses kredit yang lebih murah dapat memperkuat sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pangan dengan memperbesar stok dan memperbaiki rantai pasok, berbagai macam tekanan masih dihadapi sektor itu.
Kenaikan harga input seperti pupuk, energi, dan biaya transportasi akibat gejolak eksternal tetap mengancam margin keuntungan UMKM.
Meskipun kebijakan moneter dapat membantu dalam memperbaiki likuiditas, tantangan dari faktor eksternal itu menunjukkan bahwa keberlanjutan UMKM pangan sangat bergantung pada keseimbangan antara dukungan keuangan dan pengelolaan biaya produksi yang efisien.
SINERGI MONETER-FISKAL: LANGKAH NYATA JAGA STABILITAS PANGAN DAN DAYA BELI
Pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret untuk memastikan penurunan BI rate berdampak langsung pada daya beli masyarakat tanpa memicu inflasi pangan.
Likuiditas yang melimpah harus diarahkan ke sektor riil, khususnya pertanian, melalui pembiayaan program tanam, perbaikan cold chain, dan subsidi distribusi pangan ke daerah rawan kekurangan.
Artinya, belanja fiskal harus lebih terarah ke sisi pasokan agar tidak hanya meredam gejolak harga, tapi juga memperkuat ketahanan pangan nasional.
Pemerintah juga harus mengintensifkan operasi pasar terpadu yang melibatkan Bulog, pemda, dan kementerian terkait agar stok cadangan beras pemerintah (CBP) bisa langsung menjangkau wilayah dengan tekanan harga tinggi secara cepat dan terukur.
Selain itu, percepatan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) untuk pedagang pasar dan koperasi sektor pangan merupakan langkah praktis yang wajib ditempuh guna menghindari lonjakan harga akibat keterbatasan likuiditas di tingkat pelaku usaha.