Saksi mata siswi inisial APR, 12, diwawancarai wartawan, Senin, 13 Oktober 2025, di sekolah menceritakan latar belakang kejadian itu. APR siswi kelas VII F, beda kelas dengan korban. Ruang kelas VII F berada di sebelah ruang kelas korban.
APR: ”Kejadiannya dua kali. Pada pagi (Sabtu, 11 Oktober 2025) saya melihat Angga di dalam kelas diejek beberapa teman sekelas laki-laki. Terus, Angga tidak terima, ia balas mengejek salah satunya. Terus, mereka saling ejek.”
Kalau pagi, berarti ketika jam pelajaran? APR: ”Ya, pada jam pelajaran ketiga, tapi gurunya belum datang ke kelas.”
Saksi melihat itu. Sebab, di kelasnyi guru juga belum datang. Dengan demikian, beberapa siswa melihat kejadian saling ejek antara Angga melawan beberapa teman laki-laki.
APR: ”Terus, Angga pukul-pukulan (berkelahi) dengan teman laki-laki sekelasnya (inisial EL). Kepala Angga dipukuli temannya. Sudah itu, berhenti, karena guru datang.”
Para siswa mengikuti pelajaran. Kemudian, istirahat pertama. Ketika guru sudah meninggalkan kelas, Angga dikeroyok beberapa teman pria. Karena dikeroyok, Angga tidak melawan.
APR: ”Pada jam istirahat kedua, kejadian lagi. Angga didekati beberapa teman laki-laki, ditanya: ’Kamu beraninya dengan siapa?’ Angga diam saja. Terus Angga diadu dengan teman laki-laki (inisial D).”
Saat itu Angga berada di teras depan ruang kelasnya. Di situlah Angga dipukuli D sampai jatuh pingsan. Menurut saksi, pelaku tidak menggunakan senjata. Angga dipukuli dengan tangan.
Jika kesaksian itu dikaitkan dengan kesaksian kakek Angga berdasar keterangan petugas RSUD, bahwa tengkorak belakang Angga remuk, kecil kemungkinan itu akibat pukulan tangan kosong anak usia 12 tahun.
Kasus itu ditangani Polres Grobogan. Kasatreskrim Polres Grobogan AKP Rizky Ari Budianto kepada wartawan Selasa, 14 Oktober 2025, mengatakan, penyidik belum menetapkan tersangka. Pemeriksaan masih berlangsung. Ada sembilan saksi yang dimintai keterangan. Polisi juga menyita rekaman kamera CCTV sekolah.
AKP Rizky: ”Kami bertindak hati-hati karena pelaku dan korban sama-sama anak-anak. Kini ditangani Unit PPA Satreskrim Polres Grobogan. Kami juga mendatangkan psikolog ke sekolah itu untuk terapi healing kepada para murid.”
Angga anak pertama dari dua bersaudara. Ayah-ibunya sama-sama bekerja di pabrik di Cianjur dan mereka tinggal di sana. Angga dan adiknya dirawat kakek-neneknya di Dusun Muneng.
Saat pemakaman Angga, kedua ortu Angga mengantar jenazah ke pemakaman. Ibunya menangis tak hentinya. Dia pingsan ketika jenazah diturunkan ke liang lahad.
Dari rangkuman informasi tersebut, kelihatan Angga jadi target perundungan di kelasnya. Mengapa? Adakah tanda-tanda khusus anak yang berpotensi jadi korban perundungan?
Dikutip dari American Psychological Association (APA), 7 Juli 2010, berjudul Who Is Likely to Become a Bully, Victim or Both?, diungkapkan demikian:
Sesungguhnya problem perundungan ada di pelaku, bukan korban. Kondisi kurang normal ada di pelaku. Sebaliknya, korban bisa siapa saja. Korban umumnya anak yang tidak bersalah. Juga, bukan anak bermasalah.