Perundungan Tewaskan Siswa SMPN 1 Geyer, Grobogan: Kontradiksi Info Kasek-Siswa

Rabu 15-10-2025,06:33 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Namun, berdasar hasil riset psikologi, antara pelaku dan korban punya satu kesamaan: kurang keterampilan pemecahan masalah sosial. Pelaku yang kurang keterampilan problem solving cenderung merundung anak lain. Siapa saja. Sebab, ia tidak bisa memecahkan masalahnya sendiri.

Sebaliknya, anak yang kurang keterampilan problem solving juga bisa jadi korban. Sebab, ketika akan dirundung, ia tidak tahu cara menghindarinya. Bahkan, ia tidak tahu bahwa perundungan adalah kejahatan.

Clayton R. Cook dari Louisiana State University, AS, mengatakan, ”pelaku umumnya kesulitan untuk menyelesaikan masalah dengan orang lain. Juga, kesulitan secara akademis (prestasi akademis rendah).” 

Cook pakar kasus perundungan di AS. Ia  selama sekitar 30 tahun terakhir melakukan 153 riset tentang itu di AS. 

Dilanjut: ”Ia punya sikap dan keyakinan negatif terhadap orang lain. Juga, merasa negatif terhadap dirinya sendiri. Kebanyakan berasal dari lingkungan keluarga yang diwarnai konflik dan pola asuh yang buruk. Ia memandang sekolah sebagai sesuatu yang negatif. Ia juga dipengaruhi secara negatif oleh teman sebaya.”

Khusus karakter korban perundungan, dikutip dari Parents, 20 Juni 2024, berjudul 10 Types of Kids Most Likely To Be Bullied, karya Sherri Gordon, diungkapkan bahwa korban perundungan bukan anak bermasalah.

Gordon adalah advokat khusus kasus perundungan anak di Kota Pickerington, Ohio, AS. Dia juga pelatih ortu yang anaknya jadi pelaku atau korban perundungan.

Gordon: ”Umumnya anak korban perundungan karena mereka mendapatkan banyak perhatian positif dari teman sebaya dan orang dewasa. Perhatian bisa berupa apa saja. Bisa berprestasi dalam olahraga, masuk tim pemandu sorak, hingga mendapatkan posisi editor di koran sekolah.”

Dilanjut: ”Pelaku perundungan menyasar mereka karena pelaku merasa rendah diri. Dengan kesuksesan korban, pelaku merasa dirinya rendah. Maka, ia berusaha membikin korban supaya jatuh mental. Tujuannya, prestasi korban diragukan anak lain.”

Teori Gordon itu mirip dengan karakter khas masyarakat Indonesia: tidak senang melihat orang lain senang.

Di kasus SMPN 1 Geyer, belum diketahui karakter pelaku dan korban. Masih diselidiki polisi. Tapi, betapa pun, pelaku harus dihukum. Perundungan terjadi di seantero Indonesia dan sangat sering. (*)

 

Kategori :