Ketika Sang Mentari mulai menampakan sinarnya di Pagi hari, di sebuah sudut kota yang ramai dengan aktivitas anak-anak muda, puluhan wajah penuh semangat tengah terhubung melalui layar. Mereka tersebar di berbagai kota dari Yogyakarta hingga Makassar, dari Bandung hingga Denpasar. Platform edukasi yang mereka kembangkan telah menjangkau jutaan pelajar di Indonesia timur.
Fenomena ini bukan sekadar kisah kesuksesan startup, melainkan cermin dari transformasi yang lebih besar: munculnya generasi Indonesia yang mampu bersaing global namun tetap berakar pada nilai-nilai luhur bangsa. Di hari ketika bangsa memperingati Kesaktian Pancasila, refleksi tentang masa depan SDM Indonesia menjadi semakin relevan. Bagaimana generasi muda menginterpretasikan Pancasila di era digital? Apakah nilai-nilai luhur bangsa masih memiliki tempat di tengah disrupsı teknologi?
Indonesia tengah berada di persimpangan yang menarik. Lebih dari 70 persen penduduk berada di usia produktif, sebuah bonus demografi yang diprediksi mencapai puncaknya pada 2030. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terus membaik, mencapai level yang menggembirakan. Literasi digital generasi muda Indonesia juga mencengangkan mayoritas pengguna internet aktif berusia muda menguasai berbagai platform digital untuk produktivitas. Namun paradoks tetap ada. Indonesia masih berada di papan tengah dalam kompetisi talenta global. Kesenjangan keterampilan menganga lebar hampir separuh perusahaan melaporkan kesulitan mendapatkan talenta dengan keterampilan yang sesuai.
Yang mengejutkan, di tengah gempuran nilai-nilai global dan disrupsi digital, justru muncul kesadaran baru untuk kembali pada jati diri. Survei terkini menunjukkan mayoritas generasi muda masih menganggap Pancasila relevan dan aktif menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan sekadar romantisme kosong. Generasi muda Indonesia sedang melakukan reinterpretasi Pancasila dalam konteks kontemporer. Mereka tidak melihatnya sebagai dogma kaku, melainkan sebagai pembeda yang memberikan keunggulan kompetitif di panggung global.
BACA JUGA:Pancasila Kita Masih Sakti?: Refleksi Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2025
BACA JUGA:Prabowo Disambut Hangat Siswa saat Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya
Gotong Royong di Era Algoritma
Beberapa perusahaan teknologi terkemuka Indonesia mulai mengintegrasikan nilai gotong royong dalam sistem kerja mereka. Hasilnya mencengangkan produktivitas meningkat signifikan, perpindahan karyawan menurun drastis, dan indeks inovasi melonjak dalam waktu singkat. Tim yang menerapkan prinsip gotong royong ternyata menghasilkan inovasi berkali-kali lipat lebih banyak dibanding tim yang mengandalkan kompetisi murni. Formula ini menggabungkan kemampuan teknis tinggi dengan nilai-nilai Pancasila menciptakan keunggulan yang sulit ditiru.
Bahkan perusahaan global mulai melirik. Beberapa raksasa teknologi dunia kini aktif merekrut talenta Indonesia, bukan hanya karena kemampuan teknis, tetapi juga karena keunikan dalam berkolaborasi lintas kultur, menyelesaikan masalah dengan pendekatan yang menguntungkan semua pihak, dan ketangguhan menghadapi ketidakpastian.
Romantisme kesuksesan individual tidak boleh menutupi realitas pahit. Indonesia masih menghadapi kesenjangan SDM yang mengkhawatirkan. Hanya sepertiga lulusan perguruan tinggi yang langsung terserap pasar kerja sesuai kompetensi. Di wilayah timur Indonesia, penetrasi pendidikan tinggi masih sangat rendah dibanding Jawa. Kesenjangan digital juga nyata mayoritas desa di Indonesia timur belum terjangkau internet berkualitas. Di sinilah sila kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia benar-benar diuji.
Berbagai inisiatif mulai bermunculan. Gerakan mentoring digital yang melibatkan ratusan profesional muda telah menjangkau puluhan ribu talenta dari daerah tertinggal. Semangat berbagi ilmu ini bukan sekadar aktivitas sosial, melainkan kesadaran bahwa kemajuan Indonesia hanya bisa tercapai jika tidak ada yang tertinggal. Teknologi menjadi jembatan untuk mewujudkan pemerataan yang selama ini menjadi tantangan.
BACA JUGA:Hari Kesaktian Pancasila, Gubernur Khofifah Jadikan Momentum Perekat Persatuan dan Kesatuan Bangsa
BACA JUGA:5 Cara Asik Memperingati Hari Kesaktian Pancasila 2025 Ala Gen Z
Pancasila Menjawab Krisis Global
Ketika dunia menghadapi krisis kepercayaan terhadap berbagai sistem yang ada, model pengembangan SDM berbasis Pancasila justru mendapat perhatian internasional. Laporan-laporan global mulai menyebut model Indonesia sebagai alternatif pengembangan sumber daya manusia di negara berkembang. Model ini memadukan pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan, inovasi dengan tradisi, individualitas dengan kolektivitas. Organisasi internasional tertarik mempelajari bagaimana Indonesia mengintegrasikan pembangunan karakter dalam sistem pendidikannya.
Data menunjukkan talenta Indonesia yang secara eksplisit menampilkan nilai-nilai Pancasila dalam profil profesional mereka mendapat lebih banyak tawaran dari perusahaan multinasional. Ini mengindikasikan pasar global mulai menghargai keunikan yang dibawa SDM Indonesia. Jalan masih panjang dan berliku. Indonesia menghadapi tiga ujian besar dalam dekade mendatang. Pertama, mempertahankan nilai-nilai Pancasila di tengah gempuran radikalisme dan polarisasi. Data menunjukkan persentase signifikan pelajar di kota besar terpapar paham intoleran.