HARIAN DISWAY - Wisma Jerman berkolaborasi dengan seniman lokal dalam pameran seni rupa bertajuk Entah dalam Koma. Selama empat hari mulai Kamis, 30 Oktober 2025, masyarakat bisa menikmati pameran tunggal tersebut.
Uzzaer Ruwaidah menjadi satu-satunya perupa dalam pameran kali ini. Perempuan asal Tuban itu memanfaatkan bahan alam, seperti kapas dan akar pohon beringin, sebagai media penyampai aspirasinya.
Kapas putih dan cokelat juga merupakan bahan dasar tenun gedog yang berasal dari Tuban.
“Saya mencoba wastra daerah sebagai media seni. Ini adalah konsep saya mengenai daur hidup. Sebab, hidup itu selalu koma, bukan titik. Meski berkali-kali terbentur, hidup harus terus menjadi sesuatu,” ungkap Ruwaidah.
BACA JUGA:Wisma Jerman Gelar Oktoberfest ke-10 di Surabaya, Rayakan Persatuan Jerman dan Budaya Bavaria
BACA JUGA:Komperta Gelar Pameran Seni Rupa Maneges, Ekspresi Spiritual dan Renungan Diri Para Perupa
Entah dalam Koma mengajak pengunjung menyelami rumitnya pembuatan tenun gedog. Dari kapas yang dipintal menjadi untaian benang, lalu ditenun oleh pengrajin selama berbulan-bulan.
Proses pengerjaan tenun gedog dengan alat tenun tradisional itu pun sedikit mengganggu karena bising. Suara saat alat tenun ditarik guna mengencangkan jalinan benang itulah yang memunculkan istilah gedog. Sebab, bunyinya, “Dog... Dog... Dog!”.
MIKE NEUBER, direktur Wisma Jerman, memandangi motif tenun gedog yang menggambarkan tokoh pewayangan dan kucing. - Naufal Adibi - Harian Disway
“Saya suka pada sebait kata yang cantik sekali, ‘ini masih koma’. Itu mengingatkan kita pada kematian. Dengan mengingat itulah kita terus memperbaiki diri menjadi lebih baik," terang Hari Prajitno, kurator Entah dalam Koma.
Kain-kain tenun yang terpajang di tiga sisi dinding bagaikan gerbang yang menyambut pengunjung. Ketiganya dihiasi motif beragam. Ada tokoh pewayangan, kucing, kapal, dan lain-lain.
BACA JUGA:Mengenal Filosofi Kain Tradisional Indonesia: dari Batik, Tenun, hingga Lurik
BACA JUGA:Diskusi ARTSUBS Kuak Jalan Terjal Tak Terarsip Seni Rupa Kontemporer Jawa Timur
Pada tiap bentangan kain, ada anyaman akar beringin. Itu menggambarkan bentuk lain anyaman tenun gedog yang terdiri atas lungsi (vertikal) dan pakan (horizontal).
Ruwaidah sengaja memperlihatkan uniknya pertautan du posisi benang yang berbeda itu. Dia juga ingin memamerkan bentuk lain dari anyaman tenun gedog dengan bahan akar beringin.