Artinya, para perantau itu berhak minta SKTK untuk membuat KTP, KK, atau surat kerja. Pemilik tidak boleh menolak seenaknya.
“Kami ingin memberi perlindungan hukum yang adil bagi semua pihak. Pemilik tetap punya hak, penghuni juga dapat kepastian,” tambah anggota Komisi A DPRD Surabaya itu.
Tentu, DPRD Surabaya juga menyoroti soal potensi penyalahgunaan alamat. Aturan teknis dan sanksi akan diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) yang diterbitkan setelah Perda disahkan.
“Raperda ini hanya mengatur hal pokok. Detail dan sanksi, nanti ada di Perwali,” tukas politikus Partai Demokrat itu.
BACA JUGA:Eri Cahyadi soal Tenda Hajatan: Warga Tak Bisa Lagi Tutup Jalan Seenaknya
BACA JUGA:Viral Gajah Rocky Balboa, Eri Cahyadi Tegaskan Tak Ada Eksploitasi di KBS
Targetnya, pembahasan selesai November 2025. Namun harus lebih dulu harmonisasi dengan instansi terkait.
Termasuk Bagian Hukum, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKPP) dan Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil). Syaratnya, draf final harus segera dirampungkan.
Lantas bagaimana suara dari pemilik kos? Bagaimana respon mereka dengan adanya aturan baru itu? Anjani Afiana, pemilik kos di Surabaya, menyambut baik. Dia merasa tidak dirugikan.
“Saya tidak masalah. Malah senang kalau anak kos bisa urus administrasi dengan mudah. Asalkan mereka tertib, saling menghargai, dan tidak membawa tamu sembarangan,” terang Anjani.
Dia sendiri selalu mematuhi urusan administrasi selama ini. Mulai dari minta KTP penyewa dan berkoordinasi dengan RT maupun RW. Malah dia juga kerap membantu anak kos yang butuh surat domisili untuk kerja.
BACA JUGA:Tambah 37 Kantong Parkir Dongkrak PAD Surabaya
BACA JUGA:Eri Cahyadi: Pemkot Bakal Cek Seluruh Bangunan Ponpes di Surabaya
Anjani juga mendukung ide izin lingkungan yang berhubungan dengan tetangga. “Kalau rumah saya dijadikan kos, ya harus izin tetangga. Soalnya pasti ada dampak: parkir, suara, sampah. Tapi selama diatur rapi, tidak masalah,” jelas pemilik kos di daerah Dinoyo, Surabaya, itu.
Hananto Widodo, pakar kebijakan publik Universitas Negeri Surabaya (Unesa), menilai raperda tersebut merupakan langkah positif. Apalagi, imbuhnya, selama ini kos-kosan sering dianggap usaha liar. Legalitasnya kerap dianggap abu-abu.
Maka, dengan raperda itu, harapannya kos bisa diatur secara resmi. Lebih baik lagi bila bisa dibuatkan perda sendiri. Di sana bisa diatur tentang izin, standar bangunan, kebersihan, dan hubungan sosial dengan tetangga sekitar.