Arah Reformasi Tata Kelola Keuangan Haji: Antara Amanah, Profesionalisme, dan Kemaslahatan Umat

Minggu 09-11-2025,05:33 WIB
Oleh: Ulul Albab*

DARI SENTRALISASI KE PARTISIPASI

Selama ini wacana pengelolaan dana haji sering dipusatkan di Jakarta. Padahal, jamaah berasal dari seluruh Indonesia. Ke depan tata kelola keuangan haji perlu memberikan ruang bagi partisipasi daerah dan ormas Islam dalam mengembangkan proyek manfaat. 

Misalnya, kerja sama investasi berbasis wakaf produktif di daerah atau kemitraan dengan pesantren dan lembaga zakat.

Langkah itu tidak hanya memperluas distribusi manfaat, tetapi juga mendekatkan dana umat kepada masyarakat yang menjadi sumbernya.

REKOMENDASI STRATEGIS

Berikut kami menginventaris beberapa hal yang layak direkomendasikan untuk dijadikan semangat dalam merevisi UU itu.

Pertama, melembagakan transparansi publik melalui portal daring yang menampilkan laporan investasi, nilai manfaat, dan audit tahunan.

Kedua, membentuk dewan sinergi haji nasional sebagai forum koordinasi kebijakan lintas lembaga.

Ketiga, mendorong diversifikasi investasi syariah produktif dengan manajemen risiko modern.

Keempat, menerapkan sistem audit ganda (internal dan eksternal) dengan publikasi hasilnya secara terbuka.

Kelima, memperkuat kapasitas dan integritas SDM pengelola dana haji melalui pendidikan etika publik dan syariah.

Keenam, meningkatkan partisipasi masyarakat dan ormas Islam dalam pengawasan serta pengembangan proyek kemaslahatan umat.

PENUTUP

Revisi UU Pengelolaan Keuangan Haji bukan sekadar koreksi teknis, melainkan juga pembaruan paradigma. Negara tidak boleh hanya menjadi pengatur dana umat, tetapi harus menjadi penjaga amanah dan penggerak kemaslahatan.

Kita sedang dihadapkan pada ujian besar: apakah tata kelola keuangan haji akan menjadi teladan etika publik atau sekadar catatan administratif dalam sejarah birokrasi keagamaan. (*)

*) Ulul Albab adalah ketua ICMI Jawa Timur, akademisi Unitomo, dan ketua Litbang DPP Amphuri.

Kategori :