Arah Reformasi Tata Kelola Keuangan Haji: Antara Amanah, Profesionalisme, dan Kemaslahatan Umat

Arah Reformasi Tata Kelola Keuangan Haji: Antara Amanah, Profesionalisme, dan Kemaslahatan Umat

ILUSTRASI Arah Reformasi Tata Kelola Keuangan Haji: Antara Amanah, Profesionalisme, dan Kemaslahatan Umat.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

REVISI Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji menandai momentum penting dalam perjalanan tata kelola keagamaan di Indonesia. 

Di balik deretan pasal dan frasa hukum yang sedang digodok di Senayan, sesungguhnya tersimpan pertaruhan besar: apakah negara mampu membuktikan diri sebagai pengelola dana umat yang amanah sekaligus modern.

Selama satu dekade terakhir, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menjadi simbol inovasi kelembagaan di bidang keagamaan. 

BACA JUGA:Potret Terkini Industri Haji dan Umrah di Tengah Dinamika UU Nomor 14 Tahun 2025

BACA JUGA:Kuota Tambahan Haji 2024: Rezeki, Diskresi, atau Korupsi?

Lembaga itu dibentuk dengan mandat ganda: menjaga keamanan dana setoran haji sekaligus mengelolanya agar memberikan manfaat ekonomi lebih luas. 

Namun, dalam praktiknya, BPKH sering terjebak dalam dilema klasik: antara konservatisme syariah dan tuntutan produktivitas ekonomi.

Masyarakat menuntut agar dana umat tidak sekadar ”parkir aman” di instrumen keuangan negara, tetapi juga harus memberikan nilai tambah nyata bagi jamaah dan masyarakat. 

BACA JUGA:Korupsi dan Formalisme Beragama: Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji

BACA JUGA:Mens Rea dan Keadilan: Menelisik Niat di Balik Kasus Kuota Tambahan Haji 2024

Di sisi lain, risiko investasi, keterbatasan regulasi, dan tekanan politik membuat BPKH berjalan di jalur yang hati-hati, bahkan terlalu hati-hati.

DARI AKUNTABILITAS KE LEGITIMASI MORAL

Isu utama dalam pengelolaan keuangan haji bukan semata akuntabilitas finansial, melainkan legitimasi moral. Sebagai dana titipan jamaah, setiap rupiah dalam kas BPKH adalah simbol kepercayaan. 

Karena itu, tata kelola keuangan haji tidak boleh hanya dinilai dari laporan audit tahunan, tetapi juga perlu dinilai dari rasa keadilan dan kebermanfaatan yang dirasakan jamaah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: