Tentu menjadi kekhawatiran, bila polisi aktif ditugaskan di jabatan sipil. Sebab, ada potensi terjadi dua matahari bagi anggota Polri yang ditugaskan itu. Bosnya, menteri dan kapolri.
Juga, yang menjadi pertanyaan, polisi itu alat negara atau alat kekuasaan (pengertian sempit pemerintah)?
Kalau berpegang pada UUD 45 ayat 4: Kepolisian Negara adalah alat negara, yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan penegakan hukum.
BACA JUGA:Reformasi Polri, Antara Kebutuhan dan Sekadar Keinginan
BACA JUGA:Kapolri Mendahului atau Melawan Presiden Prabowo?
Posisi polisi, sebagai alat negara, juga tecermin dari proses pengangkatan kapolri. Yakni, harus ada persetujuan bersama presiden (eksekutif) dan DPR (legislatif). Sama dengan proses pengangkatan panglima TNI.
Beda dengan perekrutan kabinet. Menteri hak prerogatif penuh presiden. Di sini, posisi presiden sebagai kepala pemerintahan.
Namun, banyak juga usulan agar polisi berada di bawah kementerian. Usulan lama yang timbul tenggelam. Sebab, hampir semua negara, korps polisi berada di bawah kementerian dalam negeri atau kementerian kehakiman.
BACA JUGA:Momen Pertaruhan Polri
BACA JUGA:UU TNI, RUU Polri, dan Kegelisahan Sipil Merawat Demokrasi
Bila di bawah kendali kementerian, apakah warna sipilnya akan lebih terasa? Paling tidak, regulasinya dikendalikan kementerian. Seperti satpol PP di daerah, yang pimpinannya tak perlu berkarier di satpol PP.
Tapi, kalau kita mengacu UUD 45, polisi sebagai alat negara tidak pas juga di bawah kementerian. Sebab, polisi harus langsung di bawah presiden sebagai kepala negara.
Namun, dalam negara yang menganut sistem presidensial, tidak bisa dipisahkan antara kepala negara dan kepala pemerintahan (penguasa). Sebab, itu semua dipegang orang yang sama: presiden.
BACA JUGA:Kapolri Akui Citra Polri Merosot
BACA JUGA:CCTV toh Ditemukan, Polri Kian Transparan
Dengan demikian, polisi di posisi apa pun, baik di bawah kementerian atau lembaga berdiri sendiri sebagai alat negara, sama-sama punya potensi dimanfaatkan sebagai alat kekuasaan.