GAGASAN redenominasi rupiah kembali mengemuka setelah diusulkan pemerintah sebagai langkah strategis untuk menyederhanakan deretan digit mata uang tanpa mengurangi nilai nominalnya. Tujuan utama yang hendak dicapai pemerintah adalah meraih efisiensi transaksi, memperkuat kredibilitas moneter, dan menyederhanakan sistem pembayaran.
Redenominasi berbeda dengan sanering. Sebab, redenominasi dilakukan saat ekonomi stabil untuk menyederhanakan nominal, bukan memotong nilai mata uang. Sebaliknya, sanering dilakukan saat krisis ekonomi untuk mengendalikan inflasi yang mengakibatkan daya beli masyarakat melemah.
Meski bertujuan baik, redenominasi dinilai sangat berpotensi memantik kepanikan (rush) jika tanpa dilakukan sosialisasi yang kurang memadai, yang ujung-ujungnya berisiko memicu kenaikan harga barang dan jasa.
BACA JUGA:5 Alasan Redenominasi Rupiah, Rp1.000 Jadi Rp.1, Ditarget Rampung 2027
BACA JUGA:Menkeu Purbaya Hidupkan Lagi Wacana Redenominasi Rupiah, Rp1.000 Jadi Rp1 Tanpa Ubah Nilai
Demikian pula para pelaku usaha, juga memerlukan kesiapan waktu dan biaya untuk melakukan penyesuaian harga barang dan jasa.
Usulan redemoninasi rupiah telah disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam rancangan undang-undang (RUU) untuk masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah periode 2025–2029.
Secara definisi umum, redenominasi merupakan penyederhanaan nilai mata uang dengan menghilangkan beberapa angka nol tanpa mengubah daya beli atau nilai riil. Jika seribu rupiah diubah menjadi satu rupiah, daya beli atas barang maupun jasa tetap sama, perubahan hanya terjadi pada nominal angka.
BACA JUGA:Redenominasi Rupiah Ditarget Rampung 2027, Rp1.000 Jadi Rp1, Apa Untungnya?
BACA JUGA:Mengulang Redenominasi Rupiah Rp 1000 jadi Rp 1 Era Presiden Soekarno
Selama ini jumlah angka nol pada mata uang rupiah sering kali dipandang tidak efisien, khususnya dalam proses transaksi dan pencatatan. Tujuan lain dari redenominasi rupiah adalah menghindari kesulitan transaksi antarbank, khususnya ketika harus melakukan transaksi dalam jumlah besar.
Redenominasi tidak identik dengan sanering. Sebab, tidak memotong nilai riil uang maupun aset masyarakat dan merupakan tindakan teknis yang terutama bertujuan meningkatkan efisiensi transaksi dan mengembalikan kesederhanaan sistem pembayaran.
Dengan kondisi Indonesia yang kini memiliki nominal uang relatif besar untuk transaksi sehari-hari, persoalan efisiensi itu menjadi makin relevan.
Akan tetapi, benarkah dengan redenominasi akan bisa tercapai efisiensi dan stabilitas moneter yang mantap atau sekadar manuver politik pemerintah di tengah skeptisnya masyarakat akan prospek ekonomi ke depan?
Dalam sistem ekonomi terbuka dan berkembang, redenominasi mata uang cenderung menempatkan negara yang menerapkannya berpotensi membawa konsekuensi ekonomi yang pelik seperti inflasi dan ketidakpastian pasar akibat perubahan nilai nominal mata uang.