Padahal, angka tersebut setara dengan harga komoditas tertentu dalam valuta asing. Dengan merapikan skala angka, nilai psikologis mata uang dapat diperbaiki sehingga menciptakan persepsi stabilitas dan kredibilitas yang lebih kuat.
Ketiga, dalam perspektif akuntansi keuangan, redenominasi tidak mengubah nilai riil aset, liabilitas, pendapatan, maupun ekuitas. Perubahan hanya terjadi pada satuan pengukuran. Seluruh akun dalam laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, hingga arus kas akan disesuaikan skalanya, tetapi tidak berdampak pada substansi ekonomi perusahaan.
Keuntungan utama bagi dunia akuntansi adalah meningkatnya efisiensi pencatatan karena angka lebih pendek, risiko salah penulisan menurun, dan perbandingan laporan keuangan menjadi lebih mudah.
Sistem ERP atau software akuntansi perlu melakukan penyesuaian teknis, tetapi sifatnya administratif, bukan struktural.
Dengan demikian, akuntansi memandang redenominasi sebagai kesempatan meningkatkan kualitas informasi keuangan yang lebih ringkas, mudah dibaca, dan memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi.
Akan tetapi, jika kita letakkan pada paradigma kebijakan publik dalam jangka pendek, wacana redenominasi akan sangat riskan menimbulkan kegaduhan yang bukan disebabkan hakikat kebijakannya, melainkan karena risiko persepsi yang tidak dikelola dengan baik.
Sebaliknya, redenominasi juga merupakan kebijakan yang memiliki urgensi strategis ketika dilihat dari kebutuhan efisiensi sistem keuangan, kebutuhan penyederhanaan nominal, serta kebutuhan memperkuat persepsi psikologis mata uang di mata pasar domestik maupun global.
Artinya, keberhasilan redenominasi tidak ditentukan oleh perubahan digit pada mata uang, tetapi pada kualitas komunikasi publik, kesiapan sistem pembayaran, dan konsistensi stabilitas ekonomi ketika kebijakan tersebut diimplementasikan.
Dengan demikian, pemerintah seyogianya memfokuskan perhatian pada tiga isu krusial, yakni menekan angka pengangguran, mendongkrak daya beli masyarakat yang masih tertekan, dan memacu kualitas pelayanan publik ketimbang berambisi mengejar gengsi redenominasi.
Secara empiris, tidak terdapat bukti bahwa penyederhanaan nominal mampu meningkatkan PDB, memperluas lapangan kerja, atau menurunkan kemiskinan. (*)
*) Sukarijanto adalah pemerhati kebijakan publik dan analis di Institute of Global Research for Economics, Entrepreneurship & Leadership.