HARIAN DISWAY - Antrean panjang hingga puluhan tahun memang masih menjadi persoalan klasik haji di Indonesia. Itulah yang menjadi salah satu pembahasan dalam diskusi terpumpun (FGD) yang digelar Kantor Penasehat Khusus Presiden (PKP) bidang Haji,
Wacana haji tanpa subsidi hingga pemanfaatan kuota negara lain mencuat sebagai opsi reformasi yang dinilai perlu keberanian besar dari calon jamaah.
Ya, Kantor PKP bidang Haji menggelar FGD di ruang Oxford II, Morissey Hotel, Jakarta, pada Selasa, 25 November 2025. Kali ini mengusung tema Reformasi Penyelenggaraan Haji dan Umrah di Indonesia.
BACA JUGA:Usia Maksimal Pesawat Haji 15 Tahun, Kemenhaj: Demi Keselamatan Jamaah
BACA JUGA:Kemenhaj Batasi Dua Syarikah untuk Pelaksanaan Haji 2026, Ini Alasannya!
Acara itu menghadirkan narasumber Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang, Staf Ahli Kementerian Haji dan Umrah RI Ramadhan Harisman, dan Ketua Kesthuri 2022–2025 Asrul Azis Taba, dan Asisten PKP bidang Haji Pradana Boy bertindak sebagai moderator.
“Problem utama haji Indonesia adalah antrean yang panjang,” ujar Marwan Dasopang mengawali paparannya.
Ia menilai jurus Kementerian Haji Indonesia yang membagi kuota provinsi berdasarkan daftar tunggu untuk menyeragamkan masa tunggu menjadi 26,4 tahun bukanlah solusi.
“Masa tunggu 26 tahun masih terlalu lama,” tegasnya, mengingat banyak pendaftar haji berusia lanjut sementara Arab Saudi membatasi usia jamaah.
Salah satu opsi yang ia usulkan adalah menambah kuota, namun hal itu hanya bisa dilakukan antarkepala negara.
BACA JUGA:Kemenhaj Saudi dan 8 Syarikah Setujui Penggabungan Jamaah Terpisah, PPIH Terbitkan Surat Edaran
Tantangan muncul karena kemampuan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam memberikan subsidi terbatas, meskipun dana manfaat bagi jamaah yang menunggu meningkat dari Rp2 triliun menjadi Rp4 triliun.
Marwan menilai haji tanpa antre hanya bisa terwujud bila jamaah bersedia membayar Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tanpa subsidi.
“Persoalannya berani nggak jamaah berangkat tanpa subsidi,” ujarnya.