Fatwa MUI soal Pajak Berkeadilan

Rabu 03-12-2025,10:33 WIB
Reporter : Imron Mawardi*
Editor : Yusuf Ridho

MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) mengeluarkan fatwa tentang pajak berkeadilan. MUI menilai beberapa jenis pajak tidak layak dipungut karena bertentangan dengan prinsip pajak berkeadilan itu. Salah satunya adalah pajak bumi dan bangunan (PBB) yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat lantaran beberapa pemerintah daerah menaikkan hingga ratusan persen.

Dalam fatwa tersebut, MUI menilai bahwa rumah (papan) adalah kebutuhan pokok tak ubahnya pangan dan sandang. Karena itu, rumah yang ditempati tidak layak dikenai pajak. Pengenaan pajak berulang –setiap tahun– terhadap PBB tidak sesuai dengan prinsip pengenaan pajak berkeadilan.

Menurut Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Ni’am Sholeh, fatwa itu ditetapkan sebagai respons hukum Islam terhadap masalah sosial yang muncul akhir-akhir ini. Yaitu, adanya kenaikan PBB yang dinilai tidak adil sehingga meresahkan masyarakat. MUI berharap agar fatwa itu menjadi solusi untuk perbaikan regulasi perpajakan. 

BACA JUGA:Tunggu Fatwa MUI, Dam Kambing Jamaah Haji Bisa untuk MBG

BACA JUGA:Fatwa MUI: Vasektomi Haram Kecuali dengan 5 Ketentuan Ini

MUI menegaskan bahwa pajak harus berkeadilan dan tidak dikenakan pada kebutuhan dasar manusia (adh-dharuriyat). Pajak bisa dikenakan terhadap kebutuhan sekunder (al-hajjiyat) dan tersier (at-tahsiniyah). Karena rumah adalah kebutuhan adh-dharuriyat, rumah satu-satunya yang dihuni tidak selayaknya dikenai pajak. 

Islam memang memiliki definisi yang sangat jelas tentang kebutuhan manusia. Itu berkaitan dengan kesejahteraan yang merupakan tujuan dari dibentuknya sebuah negara. Dalam Islam, sejahtera (al-falah) adalah terpenuhinya kebutuhan dasar atau adh-dharuriyat pada perlindungan lima kebutuhan. Bukan hanya pada dimensi dunia, melainkan juga akhirat.

Lima kebutuhan itu adalah terlindunginya agama (ad-dien), jiwa (an-nafs), akal (al-aql), kehormatan dan keturunan (an-nasl), dan harta (al-maal). Lima kebutuhan itu pada tingkatan dasar (adh-dharuriyat) harus dipenuhi negara. 

BACA JUGA:Fatwa MUI: Orang Kaya Haram Pakai LPG 3 Kg!

BACA JUGA:Komnas Haji: Fatwa MUI Bisa Menghentikan Skema Ponzi Pengelolaan Dana Haji di BPKH

Kebutuhan dasar rumah atau papan termasuk dalam perlindungan jiwa seperti halnya kebutuhan pangan dan sandang. Pada tingkat ad-dharuriyat, kebutuhaan itu seharusnya dijamin negara. Masyarakat yang mampu dan memiliki kebutuhan terhadap ketiganya  pada tingkatan hajjiyat atau tahsiniyat itu bisa memenuhinya sendiri. 

Perlindungan terhadap kebutuhan jiwa juga menyangkut fasilitas kesehatan dasar. Dalam konteks ini, seharusnya fasilitas kesehatan paling dasar –misalnya kelas tiga– bisa diperoleh masyarakat secara gratis. 

Itu akan membuat masyarakat merasa terjamin jika menghadapi penyakit atau kecelakaan sehingga memiliki ketenangan jiwa. Baru masyarakat yang menginginkan layanan lebih baik –pada tingkatan hajjiyat atau tahsiniyat– seperti kelas 1 atau VIP, harus membayar sendiri. 

BACA JUGA:Ini Hasil Fatwa MUI soal Es Krim Mixue

BACA JUGA:Gus Ipul Minta Fatwa MUI Soal Problem Parkir di Kota Pasuruan

Kategori :