BACA JUGA:Angka Perceraian Meningkat di Indonesia, KDRT dan Masalah Ekonomi Jadi Penyebab Utama
Jika itu dilanggar, akan bermunculanlah pasangan naif seperti Supri dan Warti yang musti me-reset hubungan dan kembali pada garis minus (bukan zero). Kondisi itu jauh lebih pedih dan hampir selalu menjebak individu dalam keadaan ambigu. Kebodohan, kemiskinan, dan cinta monyet memanglah sianida yang mematikan.
Lepas dari esensinya yang menyentak dengan pas, film yang meramaikan JAFF 2025 itu menarik karena para tokohnya berbincang dalam Dialek Ngapak. Kita tahu bahwa bahasa adalah produk budaya.
Sekarang ini, membuat film dengan bahasa lokal justru nilai plus karena mampu mengungkap otentisitas perasaan, ekspresi, maupun persoalan lokal daerah setempat yang kadang justru tak “berbunyi” saat dinasionalisasikan (dibahasaindonesiakan, Red.)
Selamat Misya, Yuda, para cast dan crew Judheg (Worn Out). Terima kasih ya, sudah membuat sajian yang menyentuh. (*)
*) Aktor, DJA FFI 2025, penerima Upakarya Budaya Anugerah Kebudayaan DIY 2025
Tulisan ini dibuat sebagai apresiasi terhadap perhelatan JAFF 2025 pada 29 November-6 Desember 2025 dan dukungan terhadap campaign 16HAKtP (16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan).