Perempuan dan Bencana Alam Buatan Manusia

Perempuan dan Bencana Alam Buatan Manusia

ILUSTRASI kerentanan perempuan korban bencana dalam upaya penanganan yang abaikan kebutuhan perempuan dan anak.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

“Kita akan mendapatkan segalanya kembali, Nak.” Ini adalah kalimat yang diucapkan seorang ibu di Filipina kepada anaknya, setelah menyaksikan banjir besar menenggalamkan rumah mereka.

Bencana Sumatera tercatat telah merenggut 914 orang meninggal dunia dan 849.133 warga mengungsi. Sementara, sebanyak 389 orang masih hilang dan korban luka mencapai 4.200 orang dari 51 kabupaten terdampak di 3 provinsi, Yaitu, Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. 

Belum ada data pilah gender. Bisa dipahami, karena data pilah gender masih belum dianggap penting. Sama ketika beberapa waktu lalu terjadi demo di Jakarta, Surabaya, dan beberapa kota lainnya.

Data korban tidak langsung tersedia pilah gender, padahal sejatinya data pilah gender sangat penting dalam penanganan korban. Sebab, cara penanganan dan kebutuhan perempuan dan laki-laki berbeda.

BACA JUGA:Perempuan

BACA JUGA:Sekoper Lumajang: Empati dan Aksi Nyata Kelompok Perempuan di Tengah Erupsi Semeru


SITI MAZDAFIAH, ketua Savy Amira, mengungkapkan kerentanan perempuan di tengah penanggulangan bencana.--Dokumentasi Savy Amira

Kerentanan Gender saat Bencana

Bencana banjir sering kali di-framing sebagai murni bencana alam atau kegagalan teknis tata kota atau daerah yang disebabkan oleh tingginya curah hujan. Penyebab lainnya adalah drainase yang payah, perubahan iklim yang ekstrem, atau pembalakan liar dan perizinan yang serampangan. 

Aktivis perempuan melihat bencana banjir sebagai konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh relasi gender yang tidak setara, serta struktur kuasa dan marginalisasi historis.

Perempuan dan bencana banjir perlu dilihat dengan kacamata norma yang berlaku pada perempuan dan laki-laki, ketidaksetaraan sosial ekonomi, dan akses yang terbatas pada sumber daya.

Kerentanan perempuan saat bencana bukan persoalan alamiah melainkan juga persoalan sosial. Perempuan sering kali dikategorikan ke dalam kelompok rentan saat bencana.

BACA JUGA:Abadikan Perjuangan Perempuan untuk Terus Selaras dengan Alam dalam Senjata Kami adalah Upacara Adat

BACA JUGA:Festival Film Jerman KinoFest Angkat Sinema Terbaru tentang Keluarga dan Perempuan

Namun, kerentanan tersebut bukan sesuatu yang sudah dari sononya dimiliki oleh perempuan, melainkan karena adanya struktur sosial buatan manusia yang menempatkan mereka pada posisi rentan. 

Contohnya, perempuan menjadi lebih rentan menjadi korban bencana banjir karena ketidakmampuannya berenang, model busana yang membatasi, serta kurangnya akses informasi terhadap teknologi tanggap bencana.

Berenang adalah sesuatu yang dipelajari anak laki-laki sebagai salah satu bentuk permainan mereka saat kecil, tetapi tidak bagi perempuan.

Perempuan memiliki permainan seperti masak-masakan, atau boneka (anak-anakan) yang menjadi media bagi masyarakat untuk mengenalkan anak perempuan pada peran gender domestik saat dewasa. Yaitu, memasak dan mengurus anak. 

BACA JUGA:Terpilih Secara Aklamasi, Nila Riana Jadi Perempuan Pertama Pimpin DPP Apindo Riau 2025-2030

BACA JUGA:Seminar GEDSI KPS2K, Dengar Suara Perempuan dan Disabilitas

Baju yang digunakan perempuan biasanya adalah kain panjang, rok, atau hijab yang tidak memungkinkan mereka untuk berlari cepat dan rentan tersangkut saat menyelamatkan diri atau evakuasi.

Perempuan juga masih banyak yang belum memiliki gadget sendiri, terutama di desa-desa yang jauh dari internet. Akibatnya, akses mereka terhadap early warning system bencana sangat terbatas.

Interseksionalitas: Keragaman Pengalaman Perempuan

Tidak semua perempuan memiliki pengalaman yang sama saat banjir melanda. Pengalaman perempuan saat banjir beragam, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelas sosial ekonomi.

Mereka yang berasal dari kelas sosial ekonomi menengah ke bawah tentu akan merasakan pengalaman banjir yang  berbeda dengan perempuan dengan sosial ekonomi yang lebih baik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: