"Kalau dari desa, biasanya langsung mediasi. Tapi, kalau perempuan sudah teraniaya, kami tidak mendorong rekonsiliasi. Kami dorong pelaporan dan penanganan hukum," tegas Jumaati, relawan di Pos Pengaduan Desa Oro-Oro Ombo.
BACA JUGA:Perempuan
BACA JUGA:Seminar GEDSI KPS2K, Dengar Suara Perempuan dan Disabilitas
Prinsip itu lahir dari etika dan pendampingan yang menghargai korban sebagai subjek, bukan objek. Aktivitas itulah yang membuat anggota Sekolah Perempuan di Oro-oro Ombo terus bertambah. Saat ini, anggotanya mencapai 80 orang.
Para anggota yang seluruhnya perempuan itu mendapatkan banyak ilmu berguna terkait keseteraan gender dan anti kekerasan. Mereka lantas menyebarluaskan ilmu yang mereka dapatkan itu.
Aktivitas-aktivitas positif Sekolah Perempuan itu tidak sepenuhnya lancar. Sebab, ada keterbatasan dana yang membuat mereka harus menyeleksi benar-benar semua kegiatan. Proses yang tidak mudah, mengingat hampir semua kegiatan perlu untuk diselenggarakan.
Sejauh ini, pengajuan dukungan ke desa belum membuahkan hasil. Karena itu, Sekolah Perempuan terpaksa memaksimalkan fasilitas yang ada.
BACA JUGA:Festival Film Jerman KinoFest Angkat Sinema Terbaru tentang Keluarga dan Perempuan
BACA JUGA:Reza Rahadian dan Persembahan Cintanya untuk Perempuan lewat Pangku: Empat di BIFF, Empat di FFI
Di Sumber Urip misalnya, Pos Pengaduan belum memiliki fasilitas yang memadai. Meski begitu, semangat tak padam. Perempuan-perempuan di sana tetap bergerak.
Kegigihan itulah yang membuat suara mereka perlahan muncul di meja birokrasi. Sekolah Perempuan terlibat saat Musyawarah Dusun (Mudus). Mereka diberi kamus usulan yang memungkinkan mereka mengusulkan program yang benar-benar dibutuhkan dan bisa didanai pemerintah desa.
Dalam momentum 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2025, kisah Sekolah Perempuan Lumajang dan perjuangan mereka untuk membela kepentingan kaum yang terpinggirkan bagaikan lilin di tengah kegelapan.
Berkat Sekolah Perempuan, para lansia tidak canggung lagi melenggang ke balai desa untuk mengurus dokumen administratif. Sebab, mereka tahu ada wajah-wajah ramah yang siap membantu kesulitan mereka.
BACA JUGA:Semeru Normal, Pengungsi Sudah Kembali ke Rumah
BACA JUGA:Khofifah Cek Pembangunan Tanggul yang Rusak Karena Lahar Dingin Semeru
Berkat Sekolah Perempuan, anak-anak di lereng Semeru tak lagi takut pada suara dentuman atau pecahan material vulkanik. Sebab, mereka tahu ada tangan-tangan lembut yang siap memeluk mereka dan mendekap mereka hingga keresahan sirna.