Ketika Jejak Kebaikan Menjadi Perisai, Sebuah Refleksi atas Rehabilitasi Ira Puspadewi

Ketika Jejak Kebaikan Menjadi Perisai, Sebuah Refleksi atas Rehabilitasi Ira Puspadewi

Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi terhadap Direktur Utama (Dirut) PT ASDP, Ira Puspadewi (IP)-Istimewa-

DI tengah krisis kepercayaan publik terhadap integritas pejabat, kasus eks Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi menghadirkan sebuah anomali menarik. 

Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada Ira bukan sekadar penggunaan hak prerogatif kepala negara, melainkan juga validasi tertinggi atas fenomena sosial yang kian kuat. Yakni, kekuatan partisipasi publik dalam mengoreksi nasib seseorang. 

Langkah presiden itu menegaskan bahwa di era keterbukaan, ”aspirasi masyarakat” bukan lagi sekadar bumbu demokrasi. Itulah variabel penentu yang mampu menembus tembok tebal birokrasi hukum.

BACA JUGA:AMMI: Kasus Ira Puspadewi Berpotensi Pelanggaran HAM oleh Aparat Hukum

BACA JUGA:Ira Puspadewi Cs Bebas, Ingin Ketemu Keluarga

Gerakan dukungan dari berbagai lini yang bersaksi atas kebaikan Ira menjadi gelombang tekanan moral yang akhirnya mengetuk pintu istana. Pemerintah dan DPR, yang menangkap sinyal kuat dari publik itu, membuktikan bahwa negara tidak kedap terhadap rasa keadilan yang hidup di masyarakat. 

Ketika ribuan suara (mulai mantan bawahan hingga tokoh publik) konsisten menyuarakan integritas dan ”kebersihan tangan” seseorang, narasi tersebut bertransformasi menjadi legitimasi politik. Hal tersebut mendorong presiden untuk memulihkan nama baik warganya, melampaui kakunya vonis hukum formal yang sempat menjeratnya.

Rehabilitasi nama baik Ira Puspadewi membuktikan bahwa jejak digital kebaikan adalah aset pertahanan terbaik. Jika Ira bukan ”orang baik” di mata orang-orang yang pernah berinteraksi dengannya, niscaya media sosial akan menjadi tempat pembantaian karakter yang paling sadis saat ia ditahan. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya, media sosial menjadi perisai.

BACA JUGA:Usai Terima Keppres Rehabilitasi, KPK Jelaskan Tahapan Pembebasan Ira Puspadewi

BACA JUGA:KPK Hormati Rehabilitasi Ira Puspadewi oleh Presiden Prabowo, Tegaskan Proses Hukum Sudah Sesuai Aturan

Berkaca dari kasus Ira, saya meyakini satu hal: Indonesia masih membutuhkan lebih banyak orang baik. Namun, orang baik saja tidak cukup. Kebaikan itu harus terekam, tersampaikan, dan pada gilirannya, menjadi perisai.

”SIHIR” MEDIA SOSIAL

Adagium populer ”Twitter (X), please do your magic” sering kali kita dengar sebagai jeritan putus asa pencari keadilan. Dalam perspektif komunikasi, itu adalah bentuk civic engagement atau keterlibatan warga di ruang digital. 

Studi Harniati Ulfah (2025) yang bertajuk Fenomena No Viral No Justice di Indonesia (Analisis Wacana) menyebut fenomena itu sebagai transformasi media. Viralitas informasi mampu menekan institusi berwenang untuk meninjau ulang sebuah kasus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: