Perempuan dan Bencana Alam Buatan Manusia

Senin 08-12-2025,09:47 WIB
Reporter : Siti Mazdafiah*
Editor : Indria Pramuhapsari

BACA JUGA:Reza Rahadian dan Persembahan Cintanya untuk Perempuan lewat Pangku: Empat di BIFF, Empat di FFI

Janda akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan perempuan yang memiliki suami saat sama-sama menjadi korban banjir. Perempuan disabilitas dan perempuan hamil pun akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan mereka yang non-disabilitas dan tidak sedang hamil. 

Interseksionalitas ini menyebabkan penanganan perempuan saat banjir tidak bisa di-gebyah sama. Kebutuhan perempuan saat banjir akan berbeda berdasarkan interseksionalitas dan layer-layer identitas yang bekerja pada perempuan tersebut.

Perempuan sebagai Orang yang Menangani Bencana

Perempuan sering kali dianggap sebagai makhluk yang lemah. Maka, muncul perspektif bahwa perempuan adalah beban tambahan saat bencana terjadi.

Padahal, pada realitasnya, perempuan juga berperan aktif dalam penanganan bencana. Dalam penanganan bencana, perempuan sering kali bergotong-royong menggerakkan dapur umum yang menyiapkan makanan bagi semua penghuni kamp pengungsian. 

BACA JUGA:Viral Aksi Gus Elham Cium Bocah Perempuan Tuai Kecaman, Kemenag Angkat Bicara

BACA JUGA:Hajjah Rahmah El Yunusiyyah, Pahlawan Pendidikan Perempuan dari Padang Panjang

Selain itu, perempuan yang menjadi ibu, akan menjadi sumber utama rasa aman bagi anak-anaknya yang merasakan trauma. Viral berseliweran di media sosial saat banjir besar yang terjadi di Filipina baru-baru ini.

Seorang ibu dan beberapa anaknya berlindung di attic rumah mereka. Sambil menggigil kedinginan dan menangis, seorang anaknya berkata, “Mama, kita kehilangan segalanya.” 

Dengan penuh keyakinan ibu itu menjawab. “Kita akan mendapatkan segalanya kembali, Nak.” Percakapan ini merupakan simbol resiliensi dan kekuatan perempuan untuk memberikan harapan pada anak-anak pemilik masa depan. 

Pengambilan Kebijakan dan Perempuan

Salah satu penyebab banjir menurut pengamat adalah pemberian izin ugal-ugalan pada pengusaha penebang hutan. Kebijakan-kebijakan di tingkat pengambil keputusan biasanya sedikit sekali melibatkan perempuan.

BACA JUGA:Ulasan Film Judheg (Worn Out) dalam Rangkaian JAFF 2025: Kebodohan, Kemiskinan, dan Cinta Monyet

BACA JUGA:Zohran Mamdani Bentuk Tim Transisi yang Semuanya Perempuan, Siap Pimpin New York Mulai 1 Januari 2026

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan penting dalam perusahaan berkontribusi pada meminimalisasi risiko yang terjadi sebagai akibat diambilnya keputusan tersebut.

Berbeda dengan laki-laki sebagai pengambil keputusan, perempuan lebih berpikir panjang tentang pihak-pihak yang terdampak. Dan, seperti kita ketahui, hingga saat ini pejabat-pejabat pemerintah kita masih didominasi oleh laki-laki. (*)

*) Ketua Savy Amira Women’s Crisis Centre

Kategori :