Spirit Permusyawaratan Dua Generasi NU

Senin 29-12-2025,05:33 WIB
Oleh: Fathorrahman Ghufron*

DUA perhelatan musyawarah yang diselenggarakan oleh Gusdurian di Ciganjur, Jakarta, dan para sesepuh Nahdlatul Ulama (NU) di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri (21 Desember 2025), menjadi sebuah momentum penguatan NU ke depan. 

Di tengah terpaan badai perselisihan yang mendera sebagian elite Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dua perhelatan tersebut bisa berfungsi sebagai ritus integratif yang bisa memulihkan kesadaran bersama (collective conscience) NU, baik di tingkat warga (jamaah) maupun organisasi (jam’iyah). 

Bahkan, spirit musyawarah yang sama-sama ditegaskan dua elemen penting NU dapat menjadi katup pengaman institusional untuk menyalurkan energi konflik secara konstruktif dan memulihkan legitimasi organisasi NU di hadapan warganya dan masyarakat luas.

BACA JUGA:Di Pesantren Lirboyo, NU Melangkah Elegan Menuju Penyelesaian

BACA JUGA:Hari yang Berkelanjutan untuk NU: Dua Keputusan di Ciganjur dan Lirboyo, Menuju Islah dan Kembali ke Jamaah

Dalam musyawarah besar yang diinisiasi Gusdurian, tema yang diusung adalah Mengembalikan NU pada Jamaah untuk Kemaslahatan Bangsa dan Kelestarian Alam. Melalui tema itu, Gusdurian ingin membahas lebih komprehensif bagaimana arah masa depan NU dan perannya di tengah tantangan demokrasi. 

Spirit Gus Dur yang tanpa lelah memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, etika, dan kedaulatan rakyat menjadi landasan epistemologis yang harus dilanjutkan oleh kaum nahdliyin maupun semua pihak.

Demikian pula musyawarah kubro yang diprakarsai para sesepuh NU di Lirboyo mengusung tema yang senapas dengan menekankan pada upaya Meneguhkan Keutuhan Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Tema itu menjadi titik masuk untuk memperkuat soliditas dan arah organisasi NU. 

BACA JUGA:Tragedi Pemakzulan di PBNU saat Ini! Ketegangan Elite yang Merusak Marwah Organisasi Islam Terbesar

BACA JUGA:PBNU Gonjang-ganjing, Dekatkanlah Yang Jauh

Melalui ruang dialog yang arif dan berlandaskan nilai-nilai ahlussunnah wal jamaah an nahdliyah diharapkan semua pihak yang berselisih bisa ”duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. 

Sikap saling pengertian (mutual understanding) itu penting dikedepankan agar NU mampu berkatarsis sebagai penyangga stabilitas sosial keagamaan baik di lingkup nasional maupun global.

MENGESAMPINGKAN EGO SEKTORAL

Untuk memanifestasikan spirit permusyawaratan yang diusung kedua entitas ke-NU-an tersebut, diperlukan sebuah kesadaran otentik dari berbagai pihak yang berselisih untuk mengesampingkan egoisme sektoralnya. 

Sikap paling benar (truth claim) yang selama ini memengaruhi cara pandang ke-NU-annya harus diluruhkan pada titik terendah agar semuanya bisa saling introspeksi.

Kategori :