Tersangka Kasus Kredit Bank Jatim Praperadilankan Kejari Surabaya
SIDANG praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin. Tampak di sebelah kanan, Jolfis, perwakilan dari Kejari Surabaya.-Michael Fredy Yacob-
SURABAYA, DISWAY.ID- SIDANG praperadilan yang diajukan Ardianto mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kemarin (9/5) sidang perdananya. Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menjadi pihak termohon. Permohonan itu diajukan melalui kuasa hukumnya, Masbuhin.
Praperadilan itu dimohonkan ke PN Surabaya karena Ardianto tidak terima lantaran ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga terlibat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan pemberian kredit melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jatim.
Ia berkeyakinan penetapan itu tidak sah. Sebab, ia hanya staf biasa. Bagian dokumen kredit dan pemasaran. Namun, Kejari Surabaya menilai, Ardianto harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami bank pelat merah itu.
”Klien kami ini tidak pernah menandatangani akad kredit. Bahkan, pada pencairan pun. Seharusnya itu menjadi tanggung jawab Imam Febriadi selaku kepala penyelia kredit dan kepala cabangnya, Didik Supriyanto,” terang Masbuhin seusai sidang Senin (9/5).
Kejari Surabaya pun dalam jawaban praperadilan mengakui tidak pernah memeriksa Imam Febriadi. Sebab, yang bersangkutan sudah meninggal dunia.
”Kalau penyelia kredit tidak diperiksa karena yang bersangkutan sudah meninggal dunia, tidak ada peristiwa hukum yang menghubungkan antara Ardianto sebagai bawahan dan atasan langsung yang bernama Imam Febriadi,” ungkap Masbuhin.
Namun, kini yang terjadi, penyidik langsung memeriksa kepala cabang bank tersebut. Jika berbicara peristiwa pidana, seharusnya itu tidak bisa dilakukan. Struktur pemeriksaannya adalah kepala penyelia kredit terlebih dahulu yang diperiksa. Setelah itu, barulah kepala cabang.
”Kalau kepala penyelia kredit tidak ada, otomatis peristiwa yang diduga tindak pidana tersebut menjadi gugur,” tegasnya.
Dalam jawaban, perwakilan Kejari Surabaya juga mengakui bahwa mereka mengeluarkan surat bersamaan pada 4 April 2022. Mulai surat panggilan sampai surat penetapan sebagai tersangka.
”Di hari yang sama itu dilakukan ekspose. Kemudian, dikeluarkan juga surat penyidikan, surat penetapan tersangka, dan surat penahanan,” tambah Masbuhin.
Ia pun menduga bahwa surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tidak pernah dikirim tim penyidik. Keluarga kliennya juga mengaku tidak pernah didatangi utusan Kejari Surabaya untuk memberikan SPDP.
”Atau SPDP itu baru diberikan kemarin lusa. Setelah hari raya. Nah, ini juga menjadi tidak sah. Karena seharusnya SPDP itu diberikan tujuh hari setelah proses penyidikan,” beber Masbuhin.
Walau ia mengakui, beberapa hari lalu, seusai Idulfitri, keluarga Ardianto mendapat kiriman amplop dari Kejari Surabaya. Namun, mereka belum memeriksa isi amplop tersebut.
Sedangkan Kajari Surabaya dalam jawabannya menolak semua dalil dari pemohon praperadilan itu. Mereka menegaskan, penyidikan yang dilakukan kepada tersangka Ardianto sudah dilakukan secara benar. Itu sudah sesuai aturan dan standard operating procedure (SOP) yang ditentukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: