Darah Seni Mengalir dari Kakek Canggah dan Nenek Buyut

Darah Seni Mengalir dari Kakek Canggah dan Nenek Buyut

Keluarga Musik

Ratna mendalami musik sejak remaja. Dia menempuh pendidikan di SMKN 9 jurusan musik (kini SMKN 12). Setelah lulus, dia melanjutkan S1 di Unesa jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik (Sendratasik). Kemudian mendapat beasiswa untuk berkuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Mengambil S2 jurusan Seni Urban dan Industri Kreatif.

Dalam perjalanannya, Ratna sempat melanglang buana ke Jepang untuk belajar dua alat musik tradisional: shamisen dan koto. Pernah pula menjadi arranger dan backing vocal pementasan Mayumi Itsuwa, penyanyi lagu legendaris Kokoro no Tomo.


(foto: Ratna Tjokroaminoto untuk Harian Disway)

 Selepas kuliah, ia menjadi konsultan seni yang bekerja sama dengan Slank. Lalu diangkat menjadi kepala sekolah sekaligus tim pengajar di Sekolah Musik Slank (SMS), yang didirikan oleh para personel band asal Potlot, Jakarta, tersebut. ’’Ya, waktu itu SMS lokasinya ada di Tembesi, Batam, Kepulauan Riau,’’ ujarnya. Dia kembali ke Surabaya untuk menjadi dosen di STKW.

Bakat seni jelas diwarisi dari sang leluhur, H.O.S Tjokroaminoto, yang merupakan guru politik Soekarno. Selain berorganisasi dan berpolitik, H.O.S Tjokroaminoto juga kerap mengadakan latihan dan pertunjukan gamelan di rumahnya, di daerah Peneleh, Surabaya.

Siti Oetari, putri H.O.S Tjokroaminoto, juga seorang pianis.

’’Kaget, ya? Belum banyak orang tahu bahwa eyang Oetari pandai bermain piano,’’ ujar dia. Dulu, Oetari mengikuti kursus musik dan belajar musik barat dengan guru-guru Belanda.

H.O.S Tjokroaminoto punya dua rumah. Satu di kawasan Peneleh, satunya lagi di Ngagel. Di samping toko buku Uranus. Rumah Peneleh untuk berorganisasi, sedangkan rumah Ngagel untuk persinggahan saja. ’’Proses berkesenian eyang Oetari ya di Ngagel itu,’’ terang Ratna.

Mungkin juga Bung Karno tertarik dengan kepiawaian Oetari. Namun sang nenek buyut dengan Bung Karno tak awet. Setelah berpisah, Utari menikah dengan pria Jepang. Ratna lupa nama kakek buyut dia. Hanya ingat nama belakangnya: Tokahito.

Pernikahan itu juga kandas. Namun, dari situ, Oetari dikaruniai tiga anak. Yang sulung bernama Imam Subagyo. Dia menurunkan putri tunggal bernama Retnani. Itulah ibu Ratna. Karena statusnya sebagai putri anak sulung, sampai kini Ratna menempati rumah Ngagel warisan Tjokroaminoto. Yang telah menjadi bangunan cagar budaya.

Selepas berpisah dengan Tokahito, Oetari menikah lagi dengan Sigit Bahrul Salam. Pernikahan itu menghasilkan enam anak. Maia Estianty merupakan salah satu cucu Oetari dari pernikahan ketiga tersebut. ’’Jadi, Maia masih terhitung sepupu mama saya. Saya memanggilnya tante,’’ jelas Ratna.

 

Kampus Negeri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: