Lima Tahun Robohnya Rumah Radio Pemberontakan Bung Tomo (5)

Lima Tahun Robohnya Rumah Radio Pemberontakan Bung Tomo (5)

10 November, Jalan Mawar Dibombardir

Bung Tomo harus pindah saat markas Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) di Jalan Mawar nomor 10 sudah tak aman. Belanda yang dibantu tentara Inggris mulai menghujani Surabaya dengan mortar hingga akhirnya pertempuran 10 November meletus.

BUNG Karno memerintahkan seluruh wilayah Indonesia mengibarkan bendera merah putih mulai 1 September 1945.  Tiga pekan setelahnya, percikan konflik mulai muncul di Surabaya. 

Ploegman, pemimpin organisasi Indo Europesche Vereniging (IEV) yang diangkat NICA menjadi Wali Kota Surabaya memasang bendera Belanda di Hotel Yamato pada 18 September. Alasannya, merayakan ulang tahun Ratu Wilhelmina yang jatuh pada 31 Agustus.

Rakyat Surabaya marah melihat bendera Belanda berkibar lagi. Tak sampai lima belas menit, ratusan orang memadati Jalan Tunjungan. Residen Sudirman datang meminta bendera diturunkan.

Namun Jawaban Ploegman begitu mengiris hati. Katanya, pasukan sekutu telah menang perang. Dan karena Belanda termasuk bagian dari sekutu. Maka, Belanda berhak mengembalikan pemerintahan Hindia-Belanda di Indonesia. “Republik Indonesia? Kami tidak tahu itu apa,” kata Ploegman dalam buku Rakyat Jawa Timur Memertahankan Kemerdekaan.

Situasi semakin memanas Ploegman sempat masuk ke bagian belakang hotel lalu kembali ke lobi dengan membawa pistol. Sidik dan Hariyono yang mengawal Residen Sudirman menerjangnya. Tembakan terdengar saat mereka bergulat. Peluru mengenai langit-langit. 

Tangan Sidik mencekik leher Ploegman sampai napasnya tersengal-sengal. Orang Belanda itu akhirnya meninggal setelah kepalanya dipukul dengan besi. 

Para pemuda lalu memanjat Hotel Yamato. Bendera Belanda berhasil diturunkan. Bagian birunya dirobek, lalu dikibarkan kembali dengan menyisakan warna merah dan putih. 

Empat hari sebelum Ploegman tewas, pasukan Sekutu baru saja mendarat di Jakarta. Kabar tentang tewasnya petinggi Belanda membawa mereka melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Mereka mulai masuk e Surabaya pada 25 Oktober dengan iring-iringan kapal perang. Di pengujung bulan itu, pemimpin pasukan Inggris Brigadir Jenderal Mallaby tewas.

Kemarahan sekutu makin memuncak. Inggris menggantinya dengan Mayor Jenderal Robert Mansergh yang juga komandan Divisi 5 Inggris. Ia mengeluarkan ultimatum 9 November yang tak akan dilupakan bangsa ini. 

Ultimatum Mansergh itu berisi: Seluruh pemimpin Indonesia di Surabaya harus melaporkan diri. Seluruh senjata yang dimiliki pihak Indonesia di Surabaya harus diserahkan kepada Inggris. Para pemimpin Indonesia di Surabaya harus bersedia menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat.

Pamflet ultimatum itu sudah disebar ke seluruh penjuru kota. Bung Tomo menanggapi gertakan itu dengan pidatonya yang masyhur. Yang bisa kita dengarkan di Museum Sepuluh November di Tugu Pahlawan itu.

Semua sudah rela mati demi merah putih. Termasuk warga Ktut Tantri yang juga mengisi siaran di radio pemberontakan di Jalan Mawar setiap malam. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: