Piknik Warga Wiyung dengan Bus Tayo
SEKITAR pukul setengah 4 sore, Umi Kulsum sudah berdandan rapi. Dia berdiri di trotoar persis depan kantor Kecamatan Wiyung. Menoleh kanan-kiri sendirian. Lalu, menaruh plastik merah berisi botol plastik bekas di sampingnyi.
”Ini lho, Mas. Pengin ngerti rasanya naik bus,” kata warga Wiyung Gang 1 itu. Dia diantar anaknyi dengan motor matik. Tak sampai lima menit kemudian, seorang ibu datang lagi. Rupanya, mereka sudah janjian untuk naik Suroboyo Bus bersama-sama.
”Iya, anak saya juga minta. Pengin naik ’Tayo’ katanya,” kata Sri Asmorowati sambil bergandengan tangan dengan anaknyi. Anak lelakinyi itu menjuluki Suroboyo Bus dengan ”Tayo”. Ketularan anak-anak lain di kampungnyi.
Suroboyo Bus memang memiliki rute baru. Salah satunya, kode R8 yang melintasi kawasan Wiyung. Ada satu pos pemberhentiannya di depan Kantor Kecamatan Wiyung.
Menurut Sri, kampungnyi sedang musim naik Suroboyo Bus. Anak lelakinyi itu pun sudah sejak seminggu minta. Namun, baru bisa dipenuhinyi sore kemarin. Banyak warga Wiyung yang menganggap naik bus milik Pemkot Surabaya itu seperti piknik. Hanya jalan-jalan melihat pemandangan.
Wiyung ternyata sedang musim Tayo. Beberapa menit kemudian, rombongan ibu-ibu juga datang. Membawa anak-anaknyi. Setidaknya ada 14 ibu dan 19 anak. Total ada 23 orang yang mengantre ingin naik Suroboyo Bus.
Rata-rata para ibu itu ingin memenuhi permintaan si anak. Nur Aini, misalnya. Anak lelakinyi itu minta naik Tayo sejak dua hari lalu. Setiap pulang kerja, Nur pun selalu ditangisi bocah 5 tahun tersebut. ”Ben moleh kerjo njaluk numpak Tayo ae. Nangis terus ket wingi. Jiktas moleh kerjo langsung tak terno iki,” ucap Nur dengan nada geregetan sambil menunjuk anaknyi.
Namun, ada juga yang ingin naik Suroboyo Bus karena keinginannya sendiri. Misalnya, Siti Hana yang datang bersama anak perempuannyi. Dia berangkat dengan jalan kaki ke depan Kantor Kecamatan Wiyung. Ceritanyi bermula dari sehari sebelumnya. Saat pagi dia pergi ke pasar. Sambil menenteng kresek berisi dua botol plastik bekas.
”Mau naik Tayo ta, Ning?” ujar Hana sambil menirukan kalimat pedagang yang ditemuinyi di pasar. Padahal, botol plastik itu mau dipakai untuk mengisi bensin. Dari pertanyaan itulah, akhirnya Hana tahu bahwa banyak yang membicarakan Suroboyo Bus.
”Jadi, ya sudah, saya pengin tau rasanya. Selama ini kan gak pernah. Penasaran rasanya gimana,” jelasnyi. Rombongan ibu-ibu itu memang belum pernah sekali pun naik Bus Suroboyo. Namun, mereka hanya tahu bahwa ongkos bus tersebut bisa dibayar dengan dua macam cara. Yakni, dengan setor botol plastik atau uang tunai.
Tepat pukul 4 sore, rombongan ibu-ibu dan anak itu berteriak. Sebab, bus yang dinanti mereka mulai terlihat di ujung jalan. Artinya, sebentar lagi bakal tiba di hadapan mereka. Ibu-ibu mulai mempersiapkan botol-botol yang mereka bawa. Anak-anak dipanggil untuk merapat.
Wusshhh... Suroboyo Bus dengan tulisan screening kuning ”R8” berhenti tepat di hadapan mereka. Pintu pun terbuka. Lalu, seorang berseragam biru melongok. ”Ayo! Hanya empat orang, silakan naik,” ujar kondektur Suroboyo Bus Bima Sakti kepada rombongan ibu-ibu itu.
Semuanya mendadak diam. Seorang ibu mencoba menawar. Agar semua rombongan bisa berangkat. Namun, si kondektur bersikeras. Sebab, kapasitas sudah penuh. Bus sudah berisi 70 persen kapasitas. Disesuaikan dengan aturan PPKM. Jumlahnya 30-an orang. Campur antara dewasa dan anak-anak.
”Maaf, tidak bisa, Bu,” ujar Bima sekali lagi, lantas pintu pun tertutup. Dan Suroboyo Bus itu melaju pergi bersama harapan ”Tayo” anak-anak Wiyung. Dengan diiringi teriakan kekecewaan rombongan ibu-ibu. ”Huuuuuuuuuuu….” Tak lama kemudian, ibu-ibu itu bubar. Mereka pulang ke rumah masing-masing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: