Gojek Seniman
Harian Disway - SEROMBONGAN seniman teater sedang mengunjungi Butet Kartaredjasa. Di rumahnya. Di kawasan Yogyakarta Selatan. Dekat Padepokan Bagong Kussudiardja.
Pimpinan Teater Gandrik itu memang butuh banyak teman bicara. Ia sedang dalam terapi pascaoperasi saraf tulang belakang. Yang sebetulnya sudah sukses beberapa bulan lalu.
”Tapi, saya yang ceroboh. Setelah operasi tidak mengendalikan diabetes saya. Akibatnya, bekas operasinya mengalami infeksi,” katanya sambil ketawa kecut.
Butet memang tergolong sembrono soal itu. Meski sudah kena penyakit gula sejak lama, ia tetap saja tak mau mengubah pola makannya. Ia lahap apa saja yang menjadi kesukaannya.
Setiap menjelang makan, ia selalu suntikkan insulin di lengannya. Ritual yang selalu dilakukan setiap makan. Ia seniman pelahap makan enak. Seperti halnya budayawan Umar Kayam yang menjadi suhu para seniman Yogyakarta.
Tapi, kali ini ia kena batunya. Kesembronoannya membuat ia nyaris kehilangan nyawa. Akibat infeksi bekas operasi saraf tulang belakang yang dilakukan dr Ryu Hasan. Dokter ahli saraf yang sedang moncer di Jakarta.
”Tadinya keluar air bening dari bekas luka operasi. Sampai membasahi celana. Setelah difoto dan dilaporkan dr Ryu, ia langsung minta saya ke Jakarta saat itu juga," cerita Butet serius.
Ia pun langsung berangkat dengan mobil. Sampai di Tegal, dr Ryu menelepon, meminta Butet mulai puasa. Ia batalkan semua agenda hari itu untuk seniman yang dikenal sebagai Raja Monolog tersebut. Ditunggu di Jakarta.
Sesampai di RS tempat ia akan dirawat, ternyata tak bisa langsung dilakukan tindakan operasi. Sebab, gula Butet masih tinggi. Tindakan operasi baru bisa dilakukan pukul 11 siang, setelah gulanya bisa diatasi.
”Kalau nggak segera dilakukan tindakan saat itu, kata dr Ryu, saya bisa wassalam,” kata Butet sambil ketawa. Ia sampai hari ini belum bisa jalan tegak. Untuk berdiri pun masih harus dibantu.
Untuk menyemangati terapinya, ia diminta terus banyak ngobrol dengan banyak orang. Karena itu, secara bergiliran, putrinya mendatangkan teman-temannya ke rumah di kawasan Yogyakarta Selatan.
Setiap ke Yogyakarta, saya selalu bertemu Butet. Biasanya menjelajah tempat-tempat kuliner. Bersama-sama teman lainnya. Ia pemakan apa saja dan tahu tempat-tempat makan enak dan unik.
Sudah sejak beberapa lama, Butet yang dua tahun lalu ditinggal wafat duluan adiknya, Djaduk Ferianto, makin sering berkumpul dengan kawan-kawannya. Bahkan, mengaku tidak berselera makan jika tidak ada temannya.
Saya termasuk yang sering masuk daftar rombongan goyang lidah. Biasanya bersama Dodi Kuskrido, dosen Fisipol UGM yang terkenal sebagai pengamat politik. Runtang-runtung sejak mahasiswa. Dulu juga dengan Cak Nun alias Emha Ainun Nadjib.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: