Menunggu Sisa Teroris Poso Ambil Beras

Menunggu Sisa Teroris Poso Ambil Beras

Sisa empat teroris Poso belum menyerah. Seumpama diserbu Satgas Madago, medannya sulit. ”Bergunung-gunung. Ditempuh jalan kaki tiga hari,” kata Kadivhumas Polri Irjen Argo Yuwono kepada pers Selasa (21/9).

Harian Disway - MAKIN tinggi naik gunung, oksigen makin tipis. Selalu berkabut. Jarak pandang hanya beberapa meter.

Itu pun baru kira-kira, titik lokasi tersebut. Dasarnya, Ali Kalora, pemimpin teroris MIT (Mujahidin Indonesia Timur), tewas bersama pengawalnya, Jaka Ramadhan, dalam baku tembak versus Satgas Madago pekan lalu. Titiknya di bawah pegunungan itu.

Ali dan Jaka Sabtu (18/9/12) petang turun dari pegunungan di Desa Astina, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Tim buru sergap Madago sudah menyanggong di bawah.

Tim Madago tahu Ali akan turun, dari warga di bawah. Ali sudah pesan barang (logistik) ke warga. Tidak serta-merta warga memberi tahu. Justru mereka selalu bungkam. Takut digorok kelompok MIT. 

Namun, Madago punya taktik. Itu tim gabungan. Densus 88 Antiteror Polri dan Koopsgabsus TNI, terdiri satuan elite Kopassus (AD), Marinir (AL), dan Paskhas (AU).

Kabag Banops Densus 88 Kombes Aswin Siregar kepada wartawan Jumat (24/9) menjelaskan, Madago dibagi enam tim: Tim Sekat, Buru Sergap, Pengamanan Daerah Rawan, Kamtibmas, Binmas, dan Edukasi Warga.

Dua tim yang disebut terakhir itulah yang mendekati warga, mengedukasi, dan menjamin keamanan agar warga tidak takut memberikan info. Daripada, mereka terus-menerus diteror.

Dari situ, sebagian warga cerita. Teroris selalu butuh beras. Meski teroris bertahan di hutan, mereka butuh beras juga. Warga diancam teroris agar menyediakan beras. Pun lauk.

Bandingkan, seandainya Madago menyerbu persembunyian teroris, sulit dan berisiko. Para teroris lahir dan dibesarkan di wilayah itu. Hafal tiap jengkal tanah.

Irjen Argo Yuwono menggambarkan, teroris bisa membedakan suara langkah manusia dengan gerakan hewan. Ketika menginjak daun dan ranting kering di hutan gunung itu.

Argo: "Misalnya ada bunyi, kresek... Itu mereka paham. O... Itu bunyi injakan kaki manusia. Atau: O...  Itu bunyi gerakan ular. Mereka paham karena sudah lama di sana."

Pengetahuan itu didapat dari pengalaman tim di lapangan. Yang menjajaki penyerbuan.

Alat pantau modern, seperti drone, mustahil digunakan. Di hutan lebat yang selalu berkabut itu. Ada sniper, tapi jarak target terlalu jauh, tiga hari jalan kaki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: