Dua Porsi Bikin Awet Muda
empat makan ini kesayangan saya. Sebab menunya iwak panggangan atau iwak pe menyebutnya. Alias ikan dipanggang. Yang memasak Mbak Esrik. Pemilik warung di Desa Banjaragung, Puri, Mojokerto. Rasanya enggak ada warung iwak panggangan seenak ini.
Apa sih enaknya masakan iwak pe Mbak Esrik? Kalau tentang cara memasaknya yang dipanggang tentu biasa. Banyak ikan yang dipanggang. Tapi begini. Kalau memanggang adalah memasak dengan cara memanaskan bahan makanan pada udara panas, namun tidak demikian dengan iwak panggangan ini.
Iwak panggangan yang dipakai Mbak Esrik untuk warungnya diambil dari Kali Brantas. Ukurannya besar-besar. (Gangsar Aji Carnove untuk Harian Disway)
Mengolahnya memang dipanggang. Tapi cara Mbak Esrik berbeda. Dia melakukannya dengan pengapian yang jauh dari ikan. Kira-kira sekitar 50 cm dari ikan sehingga tak secara langsung. Namun disertai asap dari pengapian yang membuatnya matang. Kalau boleh dibilang, ini gabungan antara memanggang dan mengasap.
Sebelum menyantapnya, saya sengaja melihat proses memanggangnya. Ada drum yang dipotong setengah silinder. Bagian bawahnya diisi kayu. Ikan dibakar hingga berasap. Disertai pemanasan pun terjadi perlahan. Sampai keluar aroma asapnya yang sangat khas.
Perbedaan yang kedua adalah jenis ikannya. Mbak Esrik mengambil ikan endemik dari Kali Brantas yaitu bader putih (Barbonymous gonionotus). Di sungai lain sebenarnya ada. Tapi Mbak Esrik hanya mengambilnya dari sana. Bentuknya pipih agak gendut. Berat satu ekor dapat mencapai 1 kilogram. Dalam ukuran besar, biasanya banyak yang bertelur.
Ikan bader putih terkenal banyak durinya. Bukan duri biasa tetapi duri yang bercabang. Mengerikan jika tersangkut di tenggorokan. Namun itu hanya pada ikan ukuran kecil. Makanya Mbak Esrik hanya mengambil ikan yang berukuran sangat besar. Sebab duri tidak menjadi masalah karena mudah dihilangkan.
Setelah dipanggang, ikan bade putih sebenarnya banyak dijual di pasar-pasar Mojokerto. Memasaknya sederhana hanya dengan menggoreng dan disambal. Demikian juga di warung Mbak Esrik, penduduk Dusun Padangan Desa Sumolawang Kecamatan Puri.
Namun untuk warungnya, Mbak Esrik tak membelinya di pasar. Melainkan memanggangnya sendiri. Alat pemangganganya diletakkan di depan warungnya. Ikan bader putih yang diambilnya dipotong menjadi tiga bagian: ekor, badan, dan kepala. Sebagai arangnya, Mbak Esrik memakai bonggol jagung.
Ikan bader putih yang dipanggang dipotong menjadi tiga bagian: ekor, badan, dan kepala. Sebagai arangnya, Mbak Esrik memakai bonggol jagung. (Gangsar Aji Carnove untuk Harian Disway)
Selain membara, bonggol jagung itu membuahkan asap. Di atasnya diletakkan sarangan dari besi yang melintang rapat untuk memanggang ikan-ikan. Hawa panas dari asap bonggol jagung itulah yang membuatnya matang. Tak hanya itu, namun asap membuat ikan beraroma harum.
Lihat warnanya. Kulit ikan biasanya menjadi kecokelatan. Itu tandanya ikan kaya akan phenol yang merupakan antibakteri sekaligus antioksidan. Antibakteri itulah yang menjadi pengawet ikan. Sementara antioksidan berfungsi mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas dari pencemaran.
Jadi makan iwak panggangan sebenarnya kita bisa bilang begini lho: ”Hei radikal bebas, jangan memakan sel tubuhku ya makan saja kandungan antioksidan ikan ini.” Konon unsur antioksidan itu menyebabkan sel tubuh lebih awet sehingga kita bisa awet muda lho. Mau kan?
Selama melihat Mbak Esrik memanggang, saya mencium bau asap yang menembus daging ikan. Sungguh menggugah selera. Tak sampai melihatnya matang, saya langsung memesan dua porsi ikan dan sepiring nasi. Bisa pilih, mau potongan ikan yang mana. Bagian kepala, badan, atau ekor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: