Membawa Musik Menyelami Jiwa Lukisan
Abstrak menyangkut rasa. Sesuatu yang berada di luar logika dan masuk dalam alam materiil. Menciptanya butuh meditasi. Bahkan diakrabi dengan bentuk seni lainnya. Agus Budiyanto melakoninya.
Abstrak adalah persoalan rasa. Seperti halnya menikmati lagu-lagu Gypsy King yang berbahasa latin. Orang tak mengerti liriknya karena kendala bahasa. Tapi justru ketidakmengertian itulah yang membuat orang suka.
Karena iramanya, nadanya, dan segala musikalitas yang ditampilkan. ”Rasalah yang ditekankan pada musik. Begitu pula analogi saya tentang abstrak. Komposisi dan ritme warnanya yang dapat dinikmati,bukan,” ujarnya.
Maka bila ada pernyataan: ”saya menyuka lukisan Mas Agus. Tapi saya tak mengerti maknanya”, Agus menjawabnya simpel. ”’Apakah Anda suka musik Gypsy King?’ Rata-rata menjawab suka. Lalu saya tanya lagi? ’Mengerti artinya?’ Kebanyakan tentu menggeleng. Ya seperti itulah cara menikmati abstrak,” tambahnya.
Soal abstrak, karya-karya Agus adalah salah satu referensi itu. Terkait memahamai abstrakisme, tak sekadar hanya mencampuradukkan warna demi kepentingan komposisi tak beraturan. Namun karya Agus banyak dipuji membawa gerak dan mampu mengatur emosi penikmatnya.
Torehan spontan, bias dan garis-garis tajamnya seperti terkonsep dengan matang. ”Semua saya pikirkan betul. Bukan asal. Memang ketika saya melukis, aka nada banyak pengembangan atau improvisasi. Bahkan hasil warna yang didapat di luar dugaan,” ujarnya.
Seperti dalam Morning Energy. Agus menggunakan teknik basah dengan media cat air. Kertasnya berwarna kuning. Tak seperti banyak pelukis cat air yang menggunakan kertas putih lalu diberi warna dasar. ”Kalau kita ingin warna dasar kuning tapi kertasnya putih, tentu kita dasari dulu,” bebernya.
Memang ada kekurangan. Meskipun menggunakan teknik layer to layer, warna dasar tersebut akan tetap terlihat. ”Bisa mengacaukan komposisi. Jadi lebih baik memakai kertas warna tertentu. Jangan terjebak harus selalu kertas putih,” ungkapnya.
Cat ia tuangkan dengan menumpahkannya di atas kertas. Ia mengolahnya diolah dengan sapuan ke berbagai arah dengan kuas berukuran besar. Sudut-sudutnya ia beri warna tambahan. Sepertinya spontan semata. Namun sejatinya penuh perhitungan terkait komposisi yang sangat matang.
Beberapa bagian ia semprot dengan air secara perlahan untuk menciptakan efek menyembur. Nuansa artistik dari sekian macam percampuran warna itu ditambah dengan goresan-goresan tajam menggunakan bagian bawah kuas. Tentu butuh proses panjang untuk memelajari metode serta memprediksi komposisi warna yang terbentuk.
Apalagi media cat air memang sangat sulit ditebak. ”Dalam melukis, saya berupaya untuk memadukan warna-warna kontras menjadi bangunan estetik yang baik. Spontanitas dan segala hal itu saya lakukan dalam rangka mengejar momen,” ungkap pria 61 tahun itu.
Momen yang dimaksud adalah karya yang terjadi saat itu juga. Hasilnya kadang bersifat tak terduga dan tak mungkin diulangi lagi. Ia mengibaratkan momen melukis abstrak seperti seorang fotografer yang ingin memotret suasana senja di tepi pantai.
”Sudah bener-bener dikonsep bahwa hari itu fotografer tersebut berdiri jam sekian. Dibidik saat bagaimana dan perhitungan lainnya. Hasilnya sudah dapat diperkirakan. Tapi coba ulangi lagi esok harinya. Pada jam dan posisi yang sama. Hasilnya pasti akan berbeda,” terangnya.
Maka dalam berkarya, Agus selalu melepaskan diri dari kecenderungan standarisasi ukuran kertas dalam lukisan cat air. ”Di Eropa atau Asia, lukisan cat air selalu menggunakan kertas yang ukurannya telah ditentukan. Tapi lukisan saya selalu memakai kertas yang berukuran besar. Belinya dalam bentuk rol,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: