Manguyu-uyu Sebelum jadi Pandhita

Manguyu-uyu Sebelum jadi Pandhita

Sebelum menjadi pandhita Budda Jawi Wisnu, Legino Marto Wiyono menjadi murid kesayangan Resi Kusumodewo. Pendiri Budda Jawi Wisnu sejak 1925 itu menganugerahi Legino jabatan Manguyu-uyu pada 1989.

Keseharian Legino di rumahnya, di Jalan Bratang Gede III-i, Surabaya, cukup sederhana. Ia tinggal di ruangan paling pojok. Di sisi depan hingga membujur ke utara ditempati petak-petak kamar. Semua dihuni oleh anak dan kerabat Legino yang memeluk kepercayaan Budda Jawi Wisnu.

Di rumahnya itu, Legino memelihara beberapa ekor burung perkutut di rumahnya. Diletakkan di sangkar-sangkar yang digantung di sudut ruangan. Saat Harian Disway mewawancarainya ia sembari menurunkannya satu per satu dan memberinya makan.

Lantas memanggil istrinya, Rumiati atau Rumani. Diajaknya bercengkerama sembari menikmati segelas kopi di dengan duduk di sofa yang ada di depan ruangannya. ”Beginilah saya setiap harinya. Kadang ada siswa Budda Jawi Wisnu yang datang, atau masyarakat umum yang meminta bantuan,” ungkapnya.

Meski telah berusia senja, ia tetap aktif dalam berkegiatan. Banyak masyarakat yang datang untuk meminta bantuan. Meskipun menjadi pandhita Budda Jawi Wisnu, tangan Legino terbuka bagi siapa saja. Tak hanya siswa, siapa pun boleh datang.

Oh ya, siswa adalah sebuat bagi pemeluk Budda Jawi Wisnu, termasuk Legino sendiri. Tepatnya dibaca ”siswo jika dibaca sesuai lafal Jawa. Sebab, semua pemeluk dianggap sebagai murid dari Hyang Bathara Wisnu. Ajaran serta laku yang mereka jalankan berdasarkan petunjuk dari-Nya.

Legino Marto Wiyono tengah menyambut seorang tamunya yang berkonsultasi dengannya. Sebagai pandhita, Legino terbiasa menerima siapa saja berdiskusi utamanya para siswa yang tak lain sebutan bagi penganut Budda Jawi Wisnu. (Rizal Hanafi/Harian Disway)

Para siswa dan masyarakat umum sering meminta didoakan Legino. Ada yang ingin tanahnya laku terjual. Ada yang meminta kemudahan agar jalan rezekinya terbuka. ”Yang datang ingin sembuh dari sakitnya juga saya ladeni,” ungkapnya.

Cuma satu yang Legino tolak. Jika ada yang meminta untuk meneluh atau membalas mereka yang telah berbuat jahat padanya. ”Sebab dalam ajaran saya melarang untuk balas dendam atau mencelakakan orang. Intisarinya adalah laku yang baik terhadap sesama dan alam,” terang pria 78 tahun itu.

Jadi jika menemukan seseorang yang sedang terkena teluh gaib, ia hanya menyembuhkan. Lantas melindungi diri orang tersebut dengan pagar gaib agar terhindar dari serangan-serangan pada kemudian hari.

Kemampuan spiritual itu terasah dengan tajam setelah menjalankan laku puasa dan meditasi yang dilakukannya sendiri maupun bersama pemimpin tertinggi Budda Jawi Wisnu, Resi Kusumodewo. Legino termasuk murid yang sering diajak oleh sang Resi ke mana pun pergi.

Legino Marto Wiyono memeriksa dokumen organisasi Budda Jawi Wisnu yang disimpannya dengan rapi di rumahnya. (Rizal Hanafi/Harian Disway)

Pada 2 Agustus 1989, Resi yang saat itu berusia seabad lebih menetapkan bentuk struktur organisasi pengurus Budda Jawi Wisnu. Pada tingkatan tertinggi dipegang oleh seseorang yang bergelar Resi. Tak sembarangan. Resi wajib menerima wahyu.

Seperti halnya Resi Kusumodewo yang menerima wahyu dari Gunung Kawi. Ia mengerti isi kitab suci Wedda Jaya Sampurna serta menulis tata cara peribadatan dalam sebuah buku berjudul Angger-angger Soho Wewaler.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: