Silaturahmi sambil Unjuk Karya
Alumni Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Surabaya yang sekarang sudah berganti menjadi SMKN 12 Surabaya sedang mengikat tali silaturahmi. Tidak sekadar reuni, temu-kangen itu dilakukan sambil unjuk gigi bareng dalam pameran.
Sekitar 80 karya seni rupa dari 33 seniman dipamerkan di gelaran Artlur atau Visual Art dan Custom Culture. Tak hanya alumni yang unjuk karya namun ada guru SMK Negeri 12 Surabaya. Digelar di Galeri Prabangkara Taman Budaya Jawa Timur mulai 10-17 Oktober 2021, nama pameran diambil dari dua kata: art dan culture.
”Merepresentasikan bahwa ini adalah acara seni yang menyajikan fenomena budaya (kultur, Red) di sekitar. Dapat pula dimaknai sebagai art dan dulur yang diartikan sebagai peristiwa untuk mengumpulkan kawan lama dan mempererat tali persaudaraan dalam karya seni,” kata Budi Bi, ketua pameran.
Budi berharap karya-karya ini dengan keunikan dan kekurangannya, bisa memberikan kegembiraan karena setelah sekian lama tidak digelarnya pameran seni rupa selama pandemi. ”Poin yang paling penting adalah berkumpul kembali dengan guyub, bahagia, sambil bernostalgia,” jelas Budi.
Dwi Prasetyo tampil membawa lima buah sepeda motor yang dimodifikasi sedemikian rupa olehnya. Di antaranya Yamaha RX-King full modifikasi, Yamaha TS100N dengan custom scrambler multi purpose, Harley Davidson dengan kustomisasi chopper, dan lain sebagainya.
”Meskipun saya saat ini terjun ke seni custom, tetapi tidak lupa dengan seni rupa. Karena saya terlahir dari sana. Jadi harapan saya ke depannya agar ada lagi pameran seni rupa yang tidak hanya menampilkan lukisan, seni intalasi, dan lain sebagainya. Kalau bisa dikolaborasikan dengan bidang lain. Karena seni itu luas banget,” imbuhnya.
Dalam Artlur, para alumni SMSR membuktikan diri kalau mereka memiliki cakupan bidang seni yang luas. Yusuf Affandy tampil dengan dua karya fotografi. Salah satunya diberi judul I Don’t Need Sex. (Government Fucks Me Everyday). Yusuf mengkritik pelabelan miskin yang disematkan pemerintah kepada penduduk di bawah garis kemiskinan.
”Tidak cuma di rumah, tapi benda-benda lain yang diberi label demikian. Bagi saya itu adalah tindakan kurang tepat dan cenderung kurang sopan. Harusnya diganti kalimat lain. Saya mengapresiasi tindakan pemerintah terhadap rakyat. Tapi rasanya ada detail kecil seperti ini yang terlewatkan,” ujar alumni angkatan 2007 itu.
Agung Irawan, alumni tahun 1997, menyertakan lukisan beraliran neo-realisme. Untuk Artlur, ia melukis harimau dalam karya Mete dan gajah dalam Aku Gadjah. Semua dibuat nyari seperti hasil fotografi. Kemudian di bawahnya muncul tangan dari kedua obyek hingga keluar dari bingkai.
Aimee Tri hadir lewat lukisan Senyum Simbah. Dia memperkenalkan sosok simbah yang terinspiras dari neneknya sendiri. Ada seorang wanita sepuh yang sedang berjalan di atas rel kereta api sambil menggendong selendang berisi hasil ngarit. Wajahnya tersenyum. Matanya lurus menghadap depan.
”Saya kagum dengan semangat hidup nenek saya. Beliau kuat, ramah, dan suka tersenyum. Terlihat dari parasnya. Sekaligus sebagai simbol semangat hidup. Nenek dalam lukisan saya seakan memberi pesan kalau apa pun kondisi kehidupan, kita harus tetap bisa berbahagia dan bersemangat,” teranganya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: