Waria Pekerja Seks Juga Diberdayakan

Waria Pekerja Seks Juga Diberdayakan

Kawasan itu menjadi tempat berkumpulnya Komunitas Seduluran Rumpun Nasionalisme Indonesia (Seruni). Anggotanya waria dari segala penjuru Indonesia. Sebagian besar dari mereka adalah pengamen dan pemulung. Ada juga yang menjadi pekerja seks.

LOKASINYA pelosok, motor pun sesak. Gangnya sepi dan banyak batu. Namun, asri karena ada beberapa pohon dan bunga yang hidup di sana. Bangunan rumahnya juga kecil. Hanya satu petak. Tempat tidur dan dapur dilebur dalam satu ruangan.

Endang Saleho penghuni rumah itu. Ia adalah waria pekerja seks.

Saat bertemu dengan saya, rambutnya hitamnya terurai dengan wajah dilengkapi make-up seadanya. Sebab, Ia sedang tidak ada “panggilan” siang itu. Dress biru muda ketat yang dipakainya, memperjelas lekukan bahenolnya itu.

Sudah 10 tahun ia merantau di Yogyakarta. Aslinya Purworejo. Ia sudah menjadi pekerja seks sejak 1989. Endang juga pernah mangkal di Taman Lawang, Jakarta. Sebab di sana pusat waria.

“PSK. Ya tua muda dilayani. Cari hotel yang murah. Pagi, siang, 24 jam diterima. Tarifnya, kadang yang ganteng gratis. Bapak-bapak, Rp 100 ribu dilayani,” kata Endang.

Di Jogja, ia tak pernah mangkal. Ia pakai sistem open BO di aplikasi online. Seperti MiChat, Facebook, dan grup Whatsapp. Tawar menawar tarif juga dilakukan di sana. Kalau sepakat, baru cus. Biasanya, Endang dijemput oleh pelanggannya atau ojek online. Ongkosnya ditanggung Endang.

Pelanggan Endang berasal dari kalangan atas sampai bawah. Ada yang kerja di pabrik, pekerja proyek, mahasiswa, petani, hingga pedagang telur. Mereka juga berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Ada juga yang bule.

Biasanya, Endang kerja di hotel murah. Sebab, ia juga yang membayar. Tempat paling ramai ada di Parangkusumo. Menurut Endang, di sana banyak brondong. Apalagi ketika Jumat Kliwon.

Endang tidak selalu berhubungan seksual dengan pelanggannya. Kadang, hanya pijit plus plus. Jika “minta lebih”, maka ada tambahan tarif. Endang hanya menerima tawaran kalau pelanggannya menganggap dia perempuan.

“Kalau sudah terjebak dan tahu saya waria lalu enggak mau berhubungan seksual, akhirnya pakai kelamin karet (milik wanita),” jelas Endang.

Di usianya yang lebih dari setengah abad, ia masih begitu aktif dan sehat. Di kampung halamannya, ia juga bekerja sebagai penari. Biasanya di acara pernikahan. Namun, berhenti akibat pandemi.

Endang Ingin suatu saat dapat melakukan operasi kelamin. Ia ingin menjadi wanita seutuhnya. Namun, biayanya mahal. Jadi, ia “memaksimalkan” diri dengan minum vitamin untuk kecantikan. Biar “glowing”, katanya.

Ia juga tampak memiliki payudara. Sebab, ia dulu sering mengonsumsi pil KB. Ini menjadi salah satu faktor para pelanggannya percaya, bahwa Endang adalah wanita asli. Supaya semakin afdal, Endang juga melembutkan suaranya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: