Rp 66 Miliar untuk Seragam Gratis SD/SMP

Rp 66 Miliar untuk Seragam Gratis SD/SMP

KASUS penjualan kain seragam mahal di koperasi sekolah sempat bikin ribut Surabaya dua bulan lalu. Wali Kota Eri Cahyadi sampai membuat video klarifikasi: Yang memaksa wali murid beli seragam di sekolah akan berhadapan langsung dengannya.

Setelah video itu beredar, semua sekolah mengembalikan uang wali murid tersebut. Khususnya ke siswa dari keluarga berpenghasilan rendah. Bahkan ada koperasi sekolah yang memberikan kain seragam itu secara cuma-cuma, sebagai permintaan maaf.

Persoalan itu dibahas di Komisi D DPRD Surabaya kemarin (1/11). Mereka mengundang semua pejabat Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya untuk membahas APBD 2022. 

Ruangan komisi sampai penuh. Tak ada kursi kosong. Maklum tahun ini anggaran dispendik naik dua kali lipat menjadi Rp 2 triliun. Banyak urusan baru yang jadi beban dispendik. Selain punya kewenangan membangun sekolah sendiri, dispendik juga memasukkan anggaran seragam yang mencapai Rp 66 miliar.

Kepala Dispendik Surabaya Supomo mengatakan bahwa dispendik sudah mendata semua siswa yang berhak mendapat seragam gratis. Totalnya, mencapai 76.428 siswa. “Yang negeri 56.922 sedangkan swasta dapat jatah 19.506 siswa,” kata mantan Kepala Dinas Sosial itu.

Anggota Komisi D DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto mempertanyakan detail anggaran itu. Sebab, pengadaan seragam ini termasuk salah satu belanja terbesar tahun depan. ”Satu siswa totalnya berapa, dan rinciannya apa saja,” kata Politisi Demokrat itu.

Ia juga mempertanyakan bentuk seragam yang akan diberikan: kain atau seragam jadi? Dalam rapat sebelumnya, badan anggaran (banggar) sudah mewanti-wanti agar bantuan diwujudkan dalam seragam jadi. Dengan begitu, wali murid tidak perlu mengeluarkan ongkos jahit.

Supomo mengatakan, permintaan banggar sudah diakomodasi. Seragam yang diberikan sudah siap pakai. “Itu lengkap, dari seragam merah atau biru, pramuka, batik sama olahraga,” jawab Supomo.

Ia membacakan satu per satu item yang masuk paket seragam itu (baca grafis). Masing-masing siswa mendapat plafon anggaran hingga  Rp  1.161.710. Jumlah item yang dijual bisa lebih dari satu. Misalnya seragam jadi dua setel, atau kaus kaki 3 pasang.

Supomo lalu memperlihatkan layar ponselnya. Harga yang sudah ia sebutkan tidak jauh berbeda dengan yang ada di toko online. “Monggo yang punya masukan atau merasa ada yang terlalu mahal, bisa sampaikan ke kami,” kata pria yang hobi joging itu. 

Setelah mendapat penjelasan Supomo, tidak ada satu pun anggota komisi D yang mempermasalahkannya. Mereka menganggap rincian anggaran seragam itu sudah masuk akal.

Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Supomo dalam rapat dengan DPRD Surabaya kemarin (1/11).
(Foto: Salman Muhiddin-Harian Disway)

Ketua Komisi D DPRD Surabaya Khusnul Khotimah hanya menyampaikan keluhan kepala sekolah swasta.  Seragam mereka berbeda dengan sekolah negeri. Banyak SD Islam atau madrasah yang memakai seragam lengan panjang atau jilbab.  “Apakah anggaran Rp 1,1 juta itu cukup untuk mereka? Yang lengan pendek dan panjang apa harganya sama?” tanya politisi PDIP itu.

Supomo menerangkan, anggaran ke swasta diberikan dalam mekanisme hibah. Harga seragam dengan lengan panjang atau pendek, serta seragam berjilbab tidak dibedakan. Anggaran yang sudah disediakan dipastikan cukup.

Anggota Komisi C DPRD Surabaya Abdul Ghoni Mukhlas Niam yang menemukan kasus seragam itu pertama kali di SMPN 54, belum puas dengan kebijakan pemkot tersebut. Menurutnya, akar permasalahan ada di koperasi siswa. Mereka tetap bisa menjual kain seragam dengan harga yang tidak masuk akal ke wali murid yang tidak masuk daftar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: