Fokus di Sayur Biar Kampung Tidak Bau
Galang juga melihat tanaman gambas yang ditanam warga. Ia menyarankan agar pertumbuhan tanaman rambat itu tidak diteruskan. Daunnya yang lebat akan membentuk kanopi yang menghalangi sinar matahari ke tanaman yang ada di bawahnya.
“Intinya, tanaman berbuah itu butuh paparan matahari langsung. Kayak lombok dan tomat ini minimal 6 jam-lah,” lanjut Galang. Tanaman tomat yang ada di bawah kanopi itu terlihat tidak subur. Warga harus memindahkannya jika ingin pertumbuhannya normal.
Tanaman hidroponik berupa selada air, kangkung, dan sawi yang ditanam warga juga butuh paparan mentari yang cukup. Ia menyarankan agar media tanamnya dipindahkan dari bawah tanaman rindang. “Kalau ini bukan tumpang sari. Ini tumpang tindih namanya. Tidak boleh,” seru Galang.
Warga mengamati penyuluhan yang diberikan oleh petugas DKPP di Jalan Gudukan Utara VII B Surabaya kemarin (23/11).
(Foto: Rizal Hanafi-Harian Disway)
Plt Kepala Seksi Pengembangan Pertanian Perkotaan DKPP Surabaya Dian Anggraeni mengatakan, wali kota menginginkan kampanye urban farming diperluas. Setelah pembahasan panjang, DKPP akhirnya memutuskan untuk membentuk rintisan kampung sayur. “Kalau perikanan atau peternakan kurang cocok dengan kawasan perkotaan. Nanti pasti bau dan mengganggu,” kata Dian.
Tahun depan DKPP akan memperluas program kampung sayur itu. Minimal satu kelurahan satu kampung. Ia berharap program itu bisa menular secara alami nantinya.
Sebanyak 11 kampung rintisan bakal jadi mentor. Mereka tersebar di Kelurahan Bubutan, Ketabang, Tanah Kali Kedinding, Sidosermo, Medokan Semampir, Gading, Kedurus, Simomulyo Baru, Morokrembangan, Mojo, dan Krembangan Utara.
Jika jaringan urban farming sudah terbentuk, tugas selanjutnya adalah membantu pemasaran warga. Beberapa produk sayur sudah dipasarkan di CitraLand Fresh Market. “Ini goal selanjutnya: pembentukan unit usaha baru,” lanjutnya.
Ketua RT 10 RW 5 Morokrembangan Suyanto bersyukur pemkot memberi kampungnya kepercayaan. Ada banyak ilmu pertanian yang selama ini belum dipelajari warga. “Maklum. Kami basic-nya bukan petani. Semua sama-sama sinau,” ujar pria kelahiran Morokrembangan, 44 tahun silam itu.
Selain memiliki kebun di sepanjang boezem, warga juga menanam sayur di halaman rumah masing-masing. Hasilnya belum seberapa. Namun Suyanto yakin pengembangan pertanian di kampungnya bakal berkembang pesat.
Tidak ada yang tidak mungkin. Sudah 12 tahun Suyanto dan warganya bermetamorfosis. Dari kampung kumuh menjadi kampung percontohan urban farming. (Salman Muhiddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: