Smack Ball Butuh Klub Agar Terus Eksis
Smack ball memang belum banyak dikenal orang. Iwan Heri Santoso masih terus berupaya mengenalkan olahraga itu. Tapi sayang, smack ball belum punya klub khusus membina anak muda. Sehingga statusnya sampai kemarin masih olahraga rekreasi.
IWAN Heri Santoso memegang bola smack ball oranye miliknya. Ia mempraktikkan lempar bola ke atas plate. Bunyi yang dihasilkan benturan itu menggetarkan kaca ruang kelas. Maklum ruang kelas di Metta School tempatnya mengajar belum terisi barang. Baru direnovasi.
Suara benturan bola dan plate menjadi ciri khas olahraga tersebut. Alasan itu yang membuat Iwan ingin memopulerkan olahraga buatannya itu.
Tapi memang memasarkan barang baru, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak kerikil yang harus dipijak Iwan. Bahkan ketika sudah sampai puncak kepopuleran, smack ball kembali terpelanting. Pandemi menjadi alasannya. ”Harusnya ada lomba tahunan. Tapi batal di tahun 2020,” ungkap bapak dua anak itu.
Meski sudah dibuat sejak 2009, sampai kemarin belum ada klub yang membina atlet muda smack ball. Tidak mudah bagi Iwan untuk membuat klub smack ball. Ada banyak hal yang harus dipersiapkan. Seperti sumber daya manusia (SDM), sampai fasilitas olahraganya.
Sebenarnya selama ini sudah ada klub-klub smack ball. Tapi basisnya di sekolah. Sehingga regenerasi atlet kurang maksimal. Misal di SMP. Mereka hanya mempraktikkan olahraga itu selama tiga tahun. Waktu yang terlalu singkat untuk membentuk atlet yang berkelas.
Pada lomba smack ball 2019, ada 40 klub sekolah yang ikut. Bagi Iwan, jumlah itu sudah cukup banyak. Artinya ada 400 siswa pada tahun itu yang sudah mengenal smack ball. Seandainya tidak ada pandemi, mungkin jumlah peserta pertandingan lebih banyak lagi.
Sekolah bisa disebut klub. Maklum, cara Iwan mengenalkan idenya melalui door to door. Dari sekolah ke sekolah.
Meski sudah banyak klub sekolah, Iwan masih kesusahan dalam menyediakan lapangan smack ball. Pada 2018, ia sempat berkomunikasi dengan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Surabaya terkait lapangan. Namun tampaknya Dispora belum mengabulkan permintaan itu.
Jika Dispora mengabulkan, mereka bisa membangunnya di daerah Dharmawangsa. Di sana banyak fasilitas olahraga. Seperti basket, futsal bahkan hoki. ”Mungkin bisa digabungkan lapangan basket, futsal dan smack ball,” ucap Kepala SMP Metta School itu.
Menurut Iwan daerah Dharmawangsa sangat strategis. Letaknya tengah kota. Seluruh warga Surabaya bisa menjangkau lapangan itu. Sehingga smack ball bisa lebih terkenal lagi. Bahkan memiliki peluang menjadi cabang olahraga yang diakui.
Konsep lainnya membuat lapangan indoor. Tapi letaknya harus di tengah kota. Jangan masuk perkampungan dulu. Masih sedikit orang yang tahu permainan smack ball. Takutnya bakal sia-sia lapangan itu dibangun.
Selama ini, sudah ada empat lapangan smack ball. Yakni SMAK St. Hendrikus, SDK Theresia, SMPN 3 Surabaya dan SMPN 1 Surabaya. Tapi dua lapangan sudah dibongkar. Yakni di SMPN 3 dan SMPN 1. Alasannya renovasi sekolah.
Kendala lapangan membuat smack ball makin susah berkembang. Iwan bakal komunikasi lagi dengan Dispora pada tahun depan. Selain itu, juga membicarakan event smack ball lagi. ”Semakin cepat terlaksana semakin bagus,” ujar alumnus Universitas Negeri Surabaya itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: