Filosofi Gandik dan Pipisan di Situs Beteng, Jember

Filosofi Gandik dan Pipisan di Situs Beteng, Jember

Dalam situs Beteng di Desa Sidomekar, ada batu yang disebut gandik dan pipisan. Digunakan sebagai peralatan memasak zaman dulu. Sejarawan Dwi Cahyono mengungkap filosofinya.

Jejak-jejak arkeologis itu dapat dijumpai dalam sebuah ruang yang berada di Desa Sidomekar, Kecamatan Semboro, Jember. Pemerintah desa telah membuatkan semacam museum mini untuk mengamankan situs tersebut. Masyarakat menyebutnya Situs Beteng atau Benteng.

Mitos yang menyelimutinya, dipercaya situs tersebut dibangun pada era akhir Majapahit, di bawah pemerintahan Brawijaya V. Ketika melarikan diri dari kejaran tentara Demak yang dipimpin Raden Patah, Brawijaya V dan bala tentaranya terdesak ke Jember dan membuat benteng pertahanan di Sidomekar. Jejak-jejak bangunan itulah yang kini jadi tinggalan arkeologis

Bermacam ragamnya, seperti sumur kuno berdinding bata, berbagai batu bata kuno yang membentuk struktur tertentu atau sebagai temuan lepas, juga peralatan rumah tangga masa lalu. Bisa saja tempat tersebut adalah bekas areal pemukiman kuno di masa lalu.

Sumur kuno ini merupakan salah satu dari tinggalan arkeologis pada era akhir Majapahit yang berupa bangunan benteng pertahanan di situs Beteng. (Dwi Cahyono untuk Harian Disway)

”Contohnya, gandik dan pipisan ini. Dulu digunakan sebagai peralatan memasak untuk menghaluskan bahan masakan,” ujar sejarawan Dwi Cahyono. Sembari menunjuk pada sebuah artefak yang dibuat dari batu kali.

Bagian bawahnya berbentuk persegi dan cukup besar, sedangkan di bagian atasnya terdapat artefak batu berbentuk lonjong. Keduanya saling berhubungan.

Batu bagian bawah tersebut disebut sebagai batu pipisan. Bentuknya persegi, pipih, permukaan bagian atasnya dibuat mendatar, namun bagian tengahnya terlihat memiliki cekungan.

Biasanya batu pipisan dibuat dengan atau tanpa kaki. Fungsinya sebagai alas gerus atau dasar penghalus. ”Bagian tengah yang tampak cekungannya ini karena gerusan dari batu gandik,” ujarnya.

gerusan batu gandik yang dilakukan dengan cara digelindingkan maju mundur itulah yang membuat permukaannya aus sehingga tampak cekung atau sedikit melengkung.

Sejarawan dari Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono yang meninjau filosofi temuan di situs Beteng. (Dwi Cahyono untuk Harian Disway)

Bahkan tak jarang batu pipisan ditemukan dalam kondisi patah menjadi dua bagian. Patahannya terjadi di bagian tengah karena efek gerusan tersebut. ”Berbeda dengan batu gandik yang sering ditemukan dalam kondisi utuh,” ujar sejarawan dari Universitas Negeri Malang tersebut.

Batu gandik memiliki bentuk dasar silindris. Sebagian besar lingkar silindrisnya sama dari pangkal ke ujung. namun ada pula beberapa batu gandik yang diameter bagian tengahnya lebih besar daripada di bagian pangkal dan ujungnya. Bila dilihat seperti agak cembung.

”Batu gandik dibuat dari batu andesit atau batu sungai yang memiliki tekstur batuan yang keras,” ungkap pria kelahiran Tulungagung, 28 Juli 1962 itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: