Kisah Sugeng Setiono, Pemilik Warung di Sekitar Jembatan Gladak Perak

Kisah Sugeng Setiono, Pemilik Warung di Sekitar Jembatan Gladak Perak

Saat Gunung Semeru erupsi, Sugeng Setiono berada di warungnya. Hanya beberapa meter dari Jembatan Gladak Perak di kawasan yang dikenal dengan nama Piket Nol. Ia bersama ayah dan dua tamunya selamat. Karyawannya tewas.

---

SUGENG SETIONO bersyukur bisa selamat dari bencana erupsi Gunung Semeru. 

SITUASI di sekitar Semeru masih panik. Terutama bagi yang belum menemukan keluarga mereka.  ”Mak’e Irul yo sik ning rumah sakit. Mlocot kabeh. Endak, ndak mati (Ibunya Irul masih di rumah sakit. Badannya terbakar. Tidak meninggal, Red),” kata seorang perempuan paro baya itu sambil menggenggam telepon pintar. Dia sedang berkabar via video call kepada anggota keluarganyi yang lain. Sambil duduk selonjoran di teras sambil bersandar di tembok biru sebuah rumah.

Sang suami duduk di sebelahnyi. Bersandar, memakai kopiah hitam, bermasker, dan sesekali mengisap rokoknya. Terlihat lebih lusuh karena sekujur tangan dan kaki berlumur abu.

Cuplikan peristiwa itu direkam dalam video yang dikirimkan oleh M. Saiful Rizal kepada Harian Disway, kemarin. Sedangkan, pasangan suami istri di video itu, Triningsih dan Agus Manuli, merupakan orang tua dari temannya, yakni Sugeng Setiono.

Akhirnya, Saiful bisa memastikan keselamatan temannya itu. Ia menjemput Sugeng ke Dusun Kamar Kajang, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro. Untuk dievakuasi ke tempat yang lebih aman di Desa Gaplek, Kecamatan Pasirian. Jarak keduanya sekitar 13 kilometer.

”Niatnya, kami memang mau menjemput Pak Sugeng sekeluarga,” kata Saiful saat dihubungi melalui sambungan telepon. Saiful berangkat dari Kota Lumajang bersama empat temannya. Mereka tergabung dalam Komunitas Mobil Panther Mahameru Lumajang, termasuk juga Sugeng.

Ya, Sugeng adalah korban erupsi Gunung Semeru. Sugeng dan ayahnya berada di kawasan Piket Nol saat terjadi letusan. Mereka sama-sama sedang menjaga warung. Lokasinya hanya selemparan batu dari Gladak Perak sisi utara.

”Warung orang tua berseberangan dengan warung saya,” kata Sugeng. Pada Sabtu (5/12) sekitar pukul 15.00, ia tidak menduga Gunung Semeru erupsi. Tiba-tiba langit Gladak Perak gelap begitu saja.

Sugeng tidak sendirian di warung. Ia ditemani pembantunya. Mereka mengira langit hanya mendung biasa saja. Tapi, dalam hitungan menit malah menjadi gulita. Pandangan mereka terbantu oleh senter dari handphone.

WARUNG-WARUNG di dekat Jembatan Kladak Perak, kawasan Piket Nol setelah erupsi Gunung Semeru. (Foto: Sugeng Setiono for Harian Disway)

 

Suasana mencekam saat hujan abu mulai mengguyur. Tak lama kemudian, dua orang pengendara motor dari arah Selatan datang. Mereka berteriak-teriak. Mengeluh kepanasan karena terguyur hujan abu di perjalanan. Bagian tangannya mulai melepuh.

Teriakan itu membuat Sugeng memberanikan diri untuk beranjak keluar. Ia mempersilakan pengendara itu singgah dan masuk ke warungnya. Begitu pun Agus Manuli, ayah Sugeng, mengeluhkan hal yang sama. Dan akhirnya ikut merapat ke warungnya.

Hanya ada lima orang itu di sekitar Gladak Perak. Semuanya kepanasan bahkan sesak napas. Keadaan pun menjadi genting saat hujan abu semakin deras.

Si pembantu Sugeng ngotot untuk pulang. Namun, Sugeng takut karena keadaan tak memungkinkan. Ia membiarkan pembantunya untuk pulang.

Sugeng punya lima kamar mandi di sebelah warungnya. Biasanya, kamar mandi itu memang disewakan untuk umum. Ruangannya cukup besar. Ia inisiatif mengajak yang lain untuk bersembunyi di sana. Sekaligus merendam tubuh di bak mandi dalam kamar mandi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: